Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 12 Agustus 2020

EPILOG: Kabar Duka Tiba Dini Hari (PUTU FAJAR ARCANA)


Putu Fajar Arcana, wartawan Kompas

Di muka pintu masih bergantung tanda kabung

Seakan ia tak akan kembali

Memang ia tak kembali

tapi ada yang mereka tak mengerti

—mengapa ia tinggal diam waktu berpisah.

Bahkan tak ada kesan kesedihan

pada muka dan mata itu, yang terus memandang,

seakan mau bilang dengan bangga:

—Matiku muda— Ada baiknya mati muda

dan mengikut mereka yang gugur sebelum waktu

(Dan Kematian Makin Akrab, Soebagyo Sastrowardoyo)

Kesedihan bisa kapan saja mengetuk pintu rumahmu. Ia datang tanpa kabar, apalagi mengirim secarik telegram dari kota-kota yang jauh. Senin (10/8/2020) dini hari, kabar sedih itu mengalir dari Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Wali Kota Nadjmi Adhani setelah 19 hari berjuang melawan Covid-19 di RSUD Ulin Banjarbaru, akhirnya pergi untuk selamanya.

Masih terngiang pesan terakhirnya lewat media sosial, "Ulun minta maaf kalau selama ini ada yang kurang maksimal… Mohon kiranya bisa dimaafkan…" yang dia unggah 27 Juli 2020 dari ruang perawatan.

Ulun ingin mengingatkan kepada warga Banjarbaru bahwa persoalan Covid ini jangan dianggap enteng. Ini benar-benar nyata. Kita harus melawan dengan menerapkan protokol kesehatan.

Mungkin bagimu, ini kalimat yang biasa diucapkan seseorang yang sedang menghadapi cobaan dalam hidupnya. Ia langsung teringat kepada hal-hal yang belum dilakukannya untuk memberi kontribusi bagi keadaban kehidupan.

Sudah pasti Nadjmi berjuang keras dari ruang isolasi. Ia mengatakan begini, "Ulun ingin mengingatkan kepada warga Banjarbaru bahwa persoalan Covid ini jangan dianggap enteng. Ini benar-benar nyata. Kita harus melawan dengan menerapkan protokol kesehatan." Di antara selang-selang ventilator dan napas satu-dua yang tersisa, wali kota yang ramah kepada semua orang ini terus berjuang melawan korona….

Tiba-tiba di pagi hari, kabar mengejutkan itu menyengat seluruh tubuhku. Lamat-lamat bait-bait sajak penyair Soebagyo Sastrowardoyo seperti menayangkan gambar-gambar kesedihan. Orang-orang yang melayat menundukkan kepala tanda kehilangan yang dalam. Seolah kepada bumi mereka berharap, terimalah seseorang yang berasal dari dirimu, dan kini ia akan kembali memulai perjalanan baru bersamamu.

KOMPAS/JUMARTO YULIANUS

Jenazah almarhum Wali Kota Banjarbaru Nadjmi Adhani dishalatkan di depan Taman Makam Bahagia, Landasan Ulin, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Senin (10/8/2020).

Nadjmi Adhani aku kenang malam-malam. Pada akhir November 2019 lalu, ia menyelinap di antara para peserta Banjarbaru's Rainy Day Literary Festival 2019 yang diadakan di sebuah bangunan tua peninggalan para pekerja tambang dari bekas Uni Soviet.

Warga Banjarbaru menyebutnya dengan Mess L, bangunan yang sudah bertahun-tahun seperti dilupakan. Setelah mendengarkan para penyair dari seluruh Tanah Air, Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan membaca puisi, Nadjmi menghampiriku.

"Anda harus melihat Kota Banjarbaru dan beri kami masukan, apa yang harus dikerjakan untuk kemajuan warga kota ini," katanya rendah hati. Lalu, ia juga menawarkan hal yang sama kepada penulis Wacana Minda (Malaysia) dan Myoung Sook-kang (Korea Selatan).

Sudah pasti ini tawaran yang harus diterima sebagai kerendah-hatian seorang pemimpin sebuah kota. Ketika menuju mobil pribadinya, Nadjmi langsung berada di balik kemudi.

"Lho, ini siapa yang akan menyetir?" tanyaku setengah tak percaya.

"Ini kota saya, sayalah yang harus mengantarkan Anda melihat kota ini," kata Nadjmi.

Kami bertiga sungguh tak percaya. Myoung Sook mengatakan, ini tidak mungkin terjadi di negaranya sendiri. Aku menawarkan diri untuk menyetir, tetapi secara halus, Nadjmi menolaknya.

"Anda semua tamu di sini," katanya.

ARSIP PUTU FAJAR ARCANA

Dari kiri ke kanan: Penulis Wacana Minda (Malaysia), wartawan Kompas Putu Fajar Arcana, Wali Kota Banjarbaru (alm) Nadjmi Adhani, dan penulis Myoung Sook-kang (Korea Selatan) saat berada di kedai Kupi Datu Banjarbaru milik Nadjmi Adhani, November 2019.

Malam itu kami menyusur Kota Banjarbaru. Nadjmi dengan bangga menunjukkan satu kawasan tua dengan rumah-rumah peninggalan masa kolonial, yang telah dipugar dan kemudian dialihfungsikan menjadi keramaian baru. Ia ingin Banjarbaru hidup di malam hari. Tidak lagi sekadar jadi bayang-bayang Kota Banjarmasin.

Kami berhenti di sebuah kedai. Lampu-lampu berkedip di halaman sebuah rumah tua. Terlihat anak-anak muda bercakap-cakap bersama kelompok atau pasangan masing-masing. Kami sedang berada di kedai Kupi Datu, yang telah dirintis Nadjmi bersama keluarganya.

"Di sini ada kopi terbaik, biasanya juga ada live music di halaman ini," kata Nadjmi. Lalu kami masing-masing memesan kopi dan olahan singkong keju yang menawan lidah. Ada rasa lokal yang mendesak masuk ke ujung lidah kami. Benar-benar rasa lokal, tetapi diberi sentuhan gaya hidup urban yang pelan-pelan menggeliat.‎

Aku pikir kami akan selesai di sini. Hal yang sangat mengharukan, ketika malam mendekati pukul 23.00 Wita, kami menyinggahi sebuah rumah di ruas jalan kecil, hanya cukup untuk satu mobil. Setelah menelepon seseorang beberapa kali, Nadjmi menghentikan mobil dan meminta kami untuk turun. Jalanan sedikit gelap. Di ujung jalan tampak kedap-kedip lampu di beranda sebuah rumah.

Setelah membuka kunci pagar halaman, Wali Kota kemudian melanjutkan membuka pintu depan rumah. Ruangan itu tampak sesak oleh bau cat. Di sudut ruangan terlihat gulungan-gulungan kanvas dan kuas-kuas yang telah terpakai.

"Ini studio yang saya bangun untuk seorang pelukis. Kebetulan pelukisnya sedang pulang ke Jawa," kata Nadjmi.

KOMPAS/PUTU FAJAR ARCANA

Puluhan kafe kini tumbuh di Kota Banjarbaru yang menjadi tempat anak muda berkreativitas. Kafe-kafe ini dibuka seiring dengan penyelenggaraan Banjarbaru's Rainy Day Literary Festival sejak tahun 2017.

Nadjmi bercita-cita bahwa nanti di Banjarbaru banyak galeri seni yang berdiri di jalan-jalan kotanya. Ia membayangkan sebuah kehidupan kota yang dinamis, tetapi berlandaskan rasa indah yang dipancarkan oleh pusat-pusat kebudayaan. Secara ekonomi, kata Nadjmi, Banjarbaru tumbuh di atas 6 persen, sebuah pertumbuhan yang menjanjikan.

"Pelukisnya saya gaji untuk kerja di studio. Nanti hasil karyanya silakan dijual kepada para kolektor," kata Nadjmi tiba-tiba.

Di situ, aku semakin yakin bahwa apa yang diucapkan Nadjmi ketika membuka festival benar-benar keluar dari keinginan yang serius. Ia ingin Banjarbaru menjadi kota puisi, kota yang ramah kepada para seniman. Jika selama ini para seniman berkumpul di Mingguraya, sebuah pusat keramaian di tengah-tengah kota, Nadjmi sedang membangun sebuah taman. Kami melewatinya malam itu.

Tak berapa lama, perjalanan kami menyusur kota, tiba di sebuah perkampungan. Rupanya sedang ada keramaian di lapangan kecil dekat gerbang kampung. Ketika memarkir kendaraan, beberapa orang menyapa Nadjmi. Ia tampak biasa saja, tidak ingin diistimewakan sebagai seorang wali kota. Bahkan ketika memasuki lingkaran yang dipadati manusia, kami juga berdesak-desakan dengan warga.

Di tengah-tengah lapangan, warga sedang menggelar ritual tarian jaran kepang. Beberapa di antara mereka kebetulan sedang mengalami kesurupan. Tampak pula beberapa pawang jaran kepang sibuk menenangkan mereka yang sedang mengalami kesurupan. Sementara musik terus bertalu-talu. Beberapa orang kemudian memberi salam kepada Nadjmi.

"Kalau mau melihat sudut kota yang lain, ayuk saya antarkan," kata Nadjmi. Waktu menunjukkan menjelang tengah malam, tetapi wali kota masih ingin memperlihatkan bahwa Banjarbaru tetap hidup di malam hari.

KOMPAS/PUTU FAJAR ARCANA

Wali Kota Banjarbaru Nadjmi Adhani menerima naskah orasi kebudayaan dari penyair Ali Syamsudin Arsi, seusai pembukaan Banjarbaru's Rainy Day Literary Festival 2019. Penyerahan disaksikan Wakil Wali Kota Banjarbaru Darmawan Jaya Setiawan (paling kanan) dan Ketua Panitia Festival Radius Ardanias.

Secara sopan kami bertiga mengatakan, besok kami harus kembali ke kota masing-masing. Jadi malam ini membutuhkan istirahat, tetapi suatu hari akan berkunjung dan menjelajah kota sampai ke sudut-sudut paling jauh.

Janji itu mungkin tak bisa ditepati. Banjarbaru's Rainy Day Literary Festival 2020 menurut rencana akan digelar secara virtual. Pelaksana acara penyair HE Benyamine mengatakan, festival akan tetap berlangsung, tetapi secara virtual. "Bentuknya masih kami rumuskan," katanya.

Larik-larik sajak Subagyo selanjutnya berbunyi:

Di ujung musim yang mati dulu

bukan yang dirongrong penyakit tua,

melainkan dia yang berdiri menentang angin di atas bukit

atau dekap pantai di mana badai mengancam nyawa.

Baca juga : Garuda di Tengah Perbudakan Amerika

Nadjmi baru berusia 50 tahun. Ia berdiri menjadi penentang angin yang sedang mendera warga kotanya. Ia tahu nyawanya terancam ketika menganggap remeh virus korona. Oleh sebab itulah, dari ruang isolasi, ia "bela-belain" merekam dirinya dan mengimbau warganya, "Karena itu jangan ada lagi yang garing. Kita harus sama-sama melawan ini, dengan sama-sama menerapkan protokol kesehatan."

Pengorbanannya akan menjadi tugu peringatan bagi warga kota bahwa pernah hidup seseorang yang bercita-cita besar dengan mengorbankan diri menghadapi pandemi paling berbahaya di masa modern ini. Korona telah merenggut tiga kepala daerah di Tanah Air.

April 2020, Wali Kota Tanjungpinang H Syahrul meninggal dunia di RSUP Raja Ahmad Tabib Tanjungpinang, lalu Bupati Morowali Utara Aptripel Tumimomor juga meninggal karena terinfeksi Covid-19 di RS dr Wahidin Makassar.

KOMPAS/JUMARTO YULIANUS

Petugas mengusung peti jenazah almarhum Wali Kota Banjarbaru Nadjmi Adhani menuju Taman Makam Bahagia, Landasan Ulin, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Senin (10/8/2020).

Kabar duka yang sampai kepadamu adalah ketukan pintu dini hari, saat-saat malam terlelap di lubang terdalam kehidupan. Ada rasa kehilangan dan kesedihan yang tak selesai kita percakapkan. Sebaiknya mencoretkan pena, kita "catet" semua pengorbanan ini dalam arsip sejarah peradaban manusia. Bahwa kita semua pernah bahu-membahu melawan diri sendiri, untuk tidak merasa bosan saling mengingatkan: kita ada untuk orang lain.

Kompas, 12 Agustus 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger