Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 13 Agustus 2020

Lagu dan Jejak Masa Lalu (FRANS SARTONO)


SUPRIYANTO

Frans Sartono, Wartawan di Kompas  1989-2019.

Ada perkataan, sebuah lagu mampu menghadirkan seribu kenangan. Mungkin ada benarnya. Orang tetap bisa menikmati pergelaran musik yang menampilkan "sisa-sisa laskar" musisinya karena mereka tidak hanya mendengar nyanyian, tapi juga memutar kenangan.

Lagu-lagu The Mercy's yang popular pada era 1970-an itu ditampilkan pada acara The Mercy's Repertoar Album di saluran Youtube, 11 Agustus 2020. Lagu-lagu itu dibawakan Erwin Mercy's Band. Di band ini ada satu mantan personel The Mercy's, yaitu Erwin Harahap. Awak pendukung lain adalah pemain muda, musisi non-The Mercy's.

Awak The Mercy's yang saat ini masih tersisa adalah Erwin Harahap (gitar) dan Reynold Panggabean (drumer). Adapun Rinto Harahap (bas), Charles Hutagalung (kibor), dan Albert Sumlang (saksofon) sudah meninggal. Akan tetapi, cukup dengan satu nama Erwin Harahap dan dukungan beberapa musisi lain tersebut, lagu-lagu The Mercy's cukup terasa hadir.

Mungkin bagi pendengar tertentu, lagu-lagu The Mercy's dalam acara tersebut lebih dinikmati sebagai nostalgia. Dengan sekitar 40 lagu kondangnya, The Mercy's memang cukup menancapkan kenangan ke memori auditif penikmatnya dulu. Khususnya bagi mereka yang mengenal lagu-lagu band asal Medan itu pada era 1970-an. Namun, tidak menutup kemungkinan ada lapisan penikmat yang mengenal lagu-lagu mereka di luar era 1970-an.

Dalam dunia pertunjukan musik, apa yang dilakukan Erwin Harahap dengan lagu-lagu The Mercy's itu sudah lazim. Yon Koeswoyo pernah membawakan lagu-lagu Koes Plus bersama band yang ia bentuk dan laris tampil di berbagai kota.

Lagu-lagu Bee Gees pernah diboyong konser keliling dunia oleh Robin Gibb, salah seorang awak Bee Gees. Al McKay, salah satu awak Earth Wind and Fire, membawakan lagu-lagu band tersebut dalam pergelaran. Ada pula Boney M pembawa lagu-lagu disko era 1970-an, yang berkonser di Indonesia pada 2003 dengan bekas penarinya saja.

KOMPAS/NUR HIDAYATI

Al McKay All Stars menampilkan Earth Wind & Fire Experience di The Mulia, Mulia Resort & Villas, Nusa Dua, Bali, pada malam pergantian tahun 2014.

Begitulah kekuatan lagu yang berkelindan dengan kenangan. Kongsi lagu dan kenangan menghasilkan hiburan berupa pergelaran nostalgis. Orang menikmati apa yang tersaji secara auditif. Pada saat yang sama, mereka menikmati kenangan masa lalu di balik lagu-lagu. Lagu diantar oleh satu atau dua awak band yang dulu terlibat dalam permainan lagu tersebut.

The Mercy's

The Mercy's termasuk deretan band kondang di Indonesia pada awal era 1970-an. Pada masa tersebut pentas musik Indonesia diramaikan oleh band, seperti Koes Plus, Panbers, Bimbo, Favourites Group, D'Lloyds, Freedom of Rhapsodia, The Rollies, AKA, The Gembell's, dan band-band lain. The Mercy's dengan 35 album mempunyai tak kurang dari 40-an lagu kondang dalam kurun 1972-1976.

Lagu-lagu yang dibawakan dalam acaraThe Mercy's Repertoar Album tersebut sebagian besar diambil dari album pertama yang diproduksi pada 1962. Antara lain "Tiada Lagi" yang merupakan hits awal The Mercy's. Kemudian "Untukmu", "Untukku", "Di Pantai", "Baju Baru", "Love", dan "Usah Kau Harap".‎

Band yang dibentuk di Medan pada 1969 ini pada awalnya berawak Erwin Harahap pada gitar, Rinto Harahap (bas), Reynold Panggabean (drums), Rizal Arsyad (gitar pengiring), dan Bun atau Iskandar Japardi (kibor).

Formasi berubah setelah Rizal Arsyad dan Bun Iskandar Japardi tidak bergabung. Rizal Arsyad adalah pengusaha dan Bun kini dokter ahli bedah syaraf di Medan. Posisi Bun pada kibor digantikan Charles Hutagalung. Kemudian masuk Albert Sumlang, pemain saksofon yang andal.

Masing-masing awak mempunyai kemampuan yang memberi kontribusi penting dalam membentuk karakter lagu The Mercy's. Charles dan Rinto, misalnya, produktif menulis lagu. Awak The Mercy's masing-masing mempunyai kemampuan vokal, terutama Charles dan Rinto yang menonjol. Bisa dikatakan, karakter vokal Charles menjadi salah satu "trade mark" The Mercy's, begitu pula vokal Rinto.

TANGKAPAN LAYAR/KOMPAS/SRI REJEKI

Tangkapan layar acara The Mercy's Repertoar Album yang ditayangkan di Youtube, Selasa 11 Agustus 2020.

Albert Sumlang memberi kontribusi penting dalam permainan saksofon. Kemampuan teknis, dan cita rasa tiupannya memperkuat karakter khas pada lagu-lagu band ini. Perpaduan kemampuan dari setiap personal itulah yang membentuk signature, penanda kuat dan khas dari lagu-lagu The Mercy's. Hal itu mungkin yang menjadikan lagu-lagu The Mercy's dikenang hingga di luar masa produktif mereka sebagai band.

Meski hanya hadir Erwin Harahap, yang kini berada di belakang kibor, lagu-lagu The Mercy's terasa hadir dengan rasa tak jauh-jauh dari versi orisinalnya. Vokal dari Ote Abadi ada kemiripan dengan Charles Hutagalung. Tiupan saksofon dari Cucu Ripet yang walaupun berbeda dengan permainan Albert Sumlang akan tetapi mampu "mengutip" rasa lagu The Mercy's seperti terdengar pada versi original. Band ini didukung Ari (bas), Ongky (drums), dan Frans Dana Manurung (gitar).

Bee Gees sampai Boney M

Kurang lebih seperti itulah rasa yang dibawa Robin Gibb saat berkonser di Jakarta pada November 2006. Digelar oleh original Production, konser ini bertajuk  "Robin Gibb Performing the Greatest Hits of the Bee Gees-World Tour 2006".

Citra Bee Gees memang kuat membayangi konser ini. Kesan itu hadir tentu dari lagu-lagu Bee Gees. Juga dari keberadaan Robin Gibb yang saat itu berusia 57 tahun. Jejak Bee Gees yang masih kuat terbawa dari Robin adalah karakter vokal Robin yang spesifik, yaitu vibrato dan suara bergeletar. Tanpa Barry Gibb dan Maurice Gibb yang meninggal 2003, Robin Gibb tetap terkesan sebagai Bee Gees.

KOMPAS/ARBAIN RAMBEY

Robin Gibb tampil dengan sedikit sekali gerak pada pertunjukan di Jakarta, Senin (20/11/2006).

Tak kurang dari 21 lagu Bee Gees tersuguh dalam konser. Tersebutlah antara lain "Massachusetts", "I Started a Joke", "To Love Somebody", "Words", "Holiday", "More Than a Woman", "How Deep is Your Love", sampai "Staying Alive". Lagu-lagu tersebut bukan saja milik suatu era, akan tetapi telah menyejarah, alias menjadi lagu sepanjang masa.

Pada tahun yang sama datang pula ke Jakarta Al McKay, gitaris band Earth Wind & Fire (EWF). Ia tampil dalam konser yang dikemas dalam Earth Wind & Fire Experience. Band yang dibentuk di Chicago 1969 ini memang cukup melegenda dan populer pada era 1970-1980-an.

Lagu-agu kondang mereka antara lain "Fantasy", "September", "Let's Groove", "Boogie Wonderland", serta "After the Love has Gone." Akan tetapi, secara organisasi, EWF sudah tidak ada. Meski demikian, lagu-lagunya dikenang orang dan itulah yang dibawa Al McKay kemana-mana dalam konser.

Band yang dibawa Al itu bernama Al McKay All Stars. Ia menandaskan bahwa band tersebut sama sekali tidak dimaksudkan sebagai Earth Wind & Fire. Akan tetapi, konser diberi tajuk Earth Wind & Fire Experience.

Dengan nama ini, orang diharapkan mengasosiasikan konser ini dengan EWF. Yang ditawarkan Al McKay dalam konser itu adalah cita suara atausound dari EWF yang menurut dia mendekati sound EWF orisinal. Menurut Al, itulah energi dan spirit dari musik EWF yang timeless alias awet. Ia meniupkan energi itu dan ia yakin akan terhubung dengan audiens.

Kiat yang sama juga digunakan dalam konser Boney M di Jakarta dan Bali pada 2003. Lagu-lagu mereka memang terkenal di radio dan lantai disko di era disko pada paruh kedua 1970an-1980-an. Antara lain lagu "Brown Girl in the Ring", "Rivers of Babylon", dan  "Hooray! Hooray! It's a Holi-Holiday."

KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

Bobby Farrell, vokalis kelompok Boney M, saat beraksi dalam konser di Lotus Pond, Garuda Wisnu Kencana, Bali, Minggu (28/12/2003).

Kelompok ini dibentuk di Jerman dengan anggota terdiri atas  tiga penyanyi perempuan dan seorang pria sebagai penari, yaitu Bobby Farrell. Formasi awal Boney M sudah tamat. Yang tersisa adalah Bobby Farrel sang penari. Dialah yang menghidupkan kelompok pembawa lagu-lagu Boney M dengan merekrut tiga penyanyi perempuan.

Rupanya nama Boney M itu cukup "sakti". Siapa pun awak yang tampil mengatasnamakan kelompok tersebut dan menyanyikan lagu-lagu hits mereka  terbukti riuh konsernya. Setidaknya, itu yang terlihat di arena konser Garuda Wisnu Kencana, Bali.

Orang-orang senang dan bergoyang-goyang di tanah lapang yang tampak sebagai arena disko. Bobby Farrel rupanya memegang kunci musik disko. Menurut dia, musik disko itu komunikasi untuk mengajak banyak orang berkumpul, bersenang-senang dengan lagu gembira.

Tak dapat disangkal apa yang tersuguh di depan mata dan telinga dalam suatu pergelaran itu bisa dinikmati siapa pun. Tak dapat dimungkiri pula, referensi berupa kenangan masa lalu memberi nilai lebih dari sebuah lagu. Dalam pertemuan lagu dan sisa jejak masa lalu itu mungkin hadir pemaknaan baru.

Kompas, 13 Agustus 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger