Rabies, suatu penyakit zoonosis, yakni ditularkan oleh hewan ke manusia, masih menjadi masalah di Indonesia. Berdasarkan Masterplan Nasional Pemberantasan Rabies di Indonesiaterbitan 2019, sebanyak 26 dari 34 provinsi di Indonesia masih menjadi wilayah endemis rabies. Karena itu, rabies menjadi salah satu penyakit prioritas nasional untuk ditangani.
Data Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, pada 2013 terjadi penurunan kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) dibandingkan dengan 2012, yakni dari 84.750 kasus menjadi 69.136 kasus. Sempat meningkat selama dua tahun, kasus turun lagi pada 2016 menjadi 64.774 kasus. Kematian akibat rabies di Indonesia sepanjang 2013-2018 tercatat 631 orang.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit itu masih endemis di semua benua, kecuali Antartika. Rabies diperkirakan menyebabkan 59.000 kematian per tahun di lebih dari 150 negara. Sebanyak 95 persen kasus terjadi di Asia dan Afrika.
Minimal 70 persen populasi anjing harus divaksinasi untuk memutus rantai penularan di antara anjing dan ke manusia.
Negara-negara yang melaksanakan program eliminasi berhasil menurunkan kasus dan kematian akibat rabies, bahkan bebas rabies. Untuk itu, minimal 70 persen populasi anjing harus divaksinasi untuk memutus rantai penularan di antara anjing dan ke manusia.
Rabies yang ditularkan oleh anjing telah dieliminasi dari Eropa Barat, Kanada, Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara Amerika Latin. Sedangkan Australia dan sejumlah negara kepulauan Pasifik tak pernah bermasalah dengan rabies yang ditularkan anjing. Hewan liar, seperti kelelawar, rakun, sigung, dan rubah, menjadi sumber infeksi rabies paling umum di Amerika Serikat dan negara lain.
Masalah di Indonesia, vaksinasi masih jauh dari 70 persen populasi anjing akibat kendala sumber daya finansial, sosial, dan budaya.
Sumber penularan
Rabies disebabkan oleh virus rabies dari genus Lyssavirus, familiRhabdoviridae. Anjing peliharaan merupakan sumber virus paling umum. Lebih dari 99 persen kematian manusia disebabkan oleh rabies yang ditularkan oleh anjing yang terinfeksi atau dikenal sebagai anjing gila.
Virus ditularkan melalui air liur yang masuk ke luka akibat gigitan atau cakaran anjing gila. Masa inkubasi biasanya 2-3 bulan, tetapi bisa bervariasi dari 1 minggu hingga 1 tahun, bergantung pada lokasi masuknya virus dan jumlah virus.
Gejala awal rabies adalah demam disertai nyeri tusuk, kesemutan, ataupun rasa terbakar di lokasi luka. Saat virus menyebar ke sistem saraf pusat, akan terjadi peradangan cepat dan fatal pada otak dan sumsum tulang belakang.
Di otak, virus bereplikasi lebih lanjut menghasilkan gejala klinis. Ada dua manifestasi klinis rabies. Menjadi ganas sebagai bentuk paling umum (80 persen kasus). Sisanya berupa kelumpuhan.
Gejala lain, menurut laman Mayo Clinic, adalah sakit kepala, mual, muntah, gelisah, cemas, kebingungan, hiperaktif, sulit menelan, air liur berlebihan, halusinasi, hidrofobia (takut air), insomnia, dan lumpuh sebagian tubuh.
WHO serta Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menyatakan, sekali gejala rabies muncul, secara statistik kecil peluang untuk sembuh. Karena itu, jangan tunggu hingga gejala muncul. Segera lakukan imunisasi pencegahan rabies setelah gigitan hewan.
Catatan tertulis pertama tentang rabies ada dalam Mesopotamia Codex of Eshnunna (sekitar 1930 SM). Aturan di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Irak itu menyatakan, jika ada anjing yang memperlihatkan gejala rabies, pemiliknya harus mengambil tindakan pencegahan. Jika ada orang digigit anjing gila dan meninggal, pemiliknya didenda berat.
Pencegahan dan penanganan
Tata laksana GHPR atau pencegahan pasca-pajanan yang harus dilakukan adalah segera membilas dan mencuci luka gigitan atau cakaran secara menyeluruh minimal 15 menit dengan sabun dan air, kemudian diberi antiseptik seperti alkohol 70 persen,povidone iodine, atau zat lain untuk menghilangkan dan membunuh virus rabies.
Luka tidak boleh dijahit untuk mengurangi invasi virus pada jaringan luka kecuali luka yang lebar dan dalam yang terus mengeluarkan darah sehingga perlu jahitan untuk menghentikan perdarahan.
Selanjutnya, dilakukan vaksinasi antirabies (VAR) yang memenuhi standar WHO serta serum antirabies (SAR) atau imunoglobulin rabies sesuai dengan kategori luka gigitan. Pada luka risiko rendah hanya diberikan VAR. Sedangkan pada luka risiko tinggi harus diberikan VAR dan SAR. SAR adalah fraksi plasma imunoglobulin G (IgG) dari donor manusia yang telah mendapat beberapa dosis vaksin rabies dan memiliki antibodi antirabies yang tinggi.
Panduan WHO, vaksinasi rabies digunakan pada dua situasi berbeda, yakni melindungi mereka yang berisiko terkena rabies (vaksinasi pra-pajanan) dan untuk mencegah perkembangan klinis rabies setelah terjadi gigitan hewan yang diduga menderita rabies (profilaksis pasca-pajanan).
Vaksinasi pra-pajanan harus diberikan kepada orang-orang yang berisiko tinggi terpapar rabies, seperti staf laboratorium yang menangani virus rabies, dokter hewan, pawang hewan dan satwa liar, serta orang yang tinggal atau bepergian ke negara atau daerah berisiko.
Jenis vaksin untuk vaksinasi pra-pajanan dan pasca-pajanan sama, tetapi jadwal imunisasinya berbeda. Serum antirabies atau imunoglobulin rabies hanya digunakan untuk profilaksis pasca-pajanan.
Menurut laman CDC, vaksinasi sebelum pajanan hanya membutuhkan tiga dosis vaksin dan tidak diberikan imunoglobulin rabies. Sedangkan vaksinasi pasca-pajanan, pada orang yang belum divaksinasi perlu satu dosis serum antirabies dan empat sampai lima dosis vaksin.
Vaksinasi rabies cukup aman. Efek samping kalaupun ada umumnya hanya berupa nyeri, kemerahan, bengkak, atau gatal di tempat suntikan, sakit kepala, mual, dan nyeri otot. Pada suntikan penunjang (ulangan) kadang-kadang terjadi gatal, nyeri sendi, atau demam.
Tanggal 28 September diperingati sebagai Hari Rabies Sedunia. Tanggal ini juga merupakan hari kematian Louis Pasteur, ahli kimia dan mikrobiologi Perancis, yang mengembangkan vaksin rabies pertama. Tema tahun ini adalah "End Rabies: Collaborate, Vaccinate" atau "Akhiri Rabies: Kolaborasi, Vaksinasi".
Baca juga: 26 Provinsi Endemis Rabies