Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 26 Februari 2021

Wajah Manusia dan Satwa Liar yang Tersesat (CORNELIUS HELMY)


Memuat data...
Kompas/Bahana Patria Gupta

Warga berusaha mengevakuasi paus pilot (Globicephala macrorhynchus) yang masih hidup saat terdampar di Pantai Modung, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Jumat (19/2/2021). 

Peristiwa terdamparnya 52 paus pilot sirip pendek (Globicephala macrorhynchusdi Pantai Modung, Bangkalan, Jawa Timur, Jumat (19/2/2021), menjadi perbincangan hangat. Harian Kompas menempatkan foto besar di halaman pertama tentang evakuasi kejadian itu sehari kemudian. Namun, ujung nyawa para "gergasi" ini berakhir duka. Hanya seekor yang bertahan hidup. Sisanya mati.

Kasus tersesatnya paus pilot lalu terdampar dan mati bukanlah kasus baru. Pada 16 Juni 2016, sebanyak 32 paus pilot pendek terdampar di pesisir pantai utara Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

Sebanyak 10 individu mati dan 22 individu lainnya berhasil kembali ke laut, baik sendiri maupun dibantu warga. Pada 12 Mei 2020, satu paus pilot juga mati setelah terdampar di Pantai Cemara Binuangeun, Lebak, Banten.

Seiring menyempitnya hutan tempat mencari makan, monyet ekor panjang nekat masuk permukiman.

Akan tetapi, tidak mudah memastikan penyebabnya. Kemungkinannya beragam. Mulai dari disorientasi gangguan suara bawah laut, cuaca buruk, pemimpin rombongan sakit dan kehilangan arah, hingga pencemaran lautan.

Tiga penyebab di atas dipicu fenomena alam. Namun, yang terakhir, hampir pasti manusia adalah pelakunya.

Pantai Modung, tempat terakhir 51 paus pilot mengembuskan napas, tidak bebas pencemaran. Dalam makalah berjudul "Tingkat Kerentanan Lingkungan Pesisir Selatan Kabupaten Bangkalan terhadap Potensi Tumpahan Minyak (Oil Spill)", Maulinna K Wardhani, Sulistiono, dan Vincentius P Siregar menyebut kawasan pesisir selatan Bangkalan itu rawan tumpahan minyak pelabuhan dan pertambangan lepas pantai.

Penelitian dilaksanakan Maret-September 2010. Lokasinya meliputi Kecamatan Kamal, Labang, Kwanyar, dan Kecamatan Modung. Makalah itu diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Volume 3 No 1, April 2011.

Baca juga : Paus Pilot, Satwa Liar yang Dilindungi

Memuat data...
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Busa putih memenuhi aliran sungai yang bermuara di Selat Madura di Kelurahan Tambak Wedi, Kecamatan Kenjeran, Surabaya, Senin (3/12/2018). Diperlukan kerja sama banyak pihak dari hulu hingga hilir untuk menjaga kawasan pesisir terhindar dari pencemaran.

Selain itu, dalam makalah berjudul "Bakteri Indikator Pencemaran di Perairan Kabupaten Bangkalan", Eva Ari Wahyuni berkesimpulan, keberadaan bakteri patogen dari jenis coliformmerupakan indikasi awal adanya pencemaran di perairan Selat Madura, khususnya di Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan. Makalah ini terbit dalam Jurnal Kelautan Universitas Trunojoyo Volume 8, No 1, April 2015.

Sekali lagi, kesimpulan akhir penyebab kematian paus pilot di Modung belum ditetapkan. Nekropsi harus dilakukan untuk menelisik penyebab pastinya. Nekropsi adalah upaya medis untuk mengidentifikasi sebab-sebab kematian.

Akan tetapi, kisah satwa liar yang "tersesat" tidak hanya paus pilot. Beragam jenis satwa liar kini semakin biasa masuk permukiman, menunjukkan pola serupa. Tidak terjadi begitu saja, ada peran manusia yang memicu tingkah laku tidak biasa itu.

Memuat data...
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Sampah plastik mencemari kawasan mangrove di pesisir Surabaya, Jawa Timur, Rabu (17/10/2018). Dengan sifatnya yang sulit terurai, sampah plastik tersebut tidak hanya berbahaya bagi ekosistem pantai, tetapi juga lautan.

Dalam makalah berjudul "Mitigasi konflik satwa liar dengan masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (studi kasus Desa Timbang Lawan dan Timbang Jaya Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat)", seiring menyempitnya hutan tempat mencari makan, monyet ekor panjang nekat masuk permukiman. Akibatnya, tidak hanya kerusakan fisik, tapi juga persepsi ideal. Jika awalnya dianggap sebagai penyeimbang ekosistem, monyet ekor panjang kini justru dianggap hama bagi petani. Penelitian lapangan terkait perilaku itu dilaksanakan pada Juli-Agustus  2012.

Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) mengalami nasib serupa. Pernah dianggap simbol kemakmuran, keberadaannya kini dianggap mengganggu kehidupan. Terkurung di Pulau Jawa yang sangat padat penduduknya, masa depannya suram di ambang kepunahan. Kejadian konflik dengan manusia pun sangat tinggi. Dalam setahun terjadi 4-5 kali konflik di Pulau Jawa.

Salah satu kisah pilu ada di Ciamis, Jabar, tahun 2011. Seekor macan tutul jawa muda dan kurus dikeroyok setelah tepergok mencuri kambing milik warga. Nyawanya melayang di tangan warga yang sebenarnya takut bercampur marah dengan kehadirannya.

Perdebatan muncul. Salah siapa? Satwa liar yang nekat atau manusia yang tinggal terlalu dekat hutan? Atau, manusia tinggal di dalam kawasan hutan area jelajah satwa-satwa liar itu?

Di satu sisi, kebutuhan manusia di dunia yang semakin padat ini kian tinggi. Akibatnya, hutan dan perbukitan yang semula terlarang akhirnya dirambah. Menjadi pilihan termudah untuk manusia, tetapi petakanya dirasakan satwa liar dan ekosistemnya. Pertemuan hingga konflik antarmereka pun kerap terdengar di seantero Nusantara.

Konflik terjadi dengan sejumlah satwa, seperti gajah sumatera (Elephant maximus sumatranus), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), orangutan sumatera (Pongo abelii) dan orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis), beruang madu (Helarctos malayanus), serta badak (Dicerorhinus sumatrensis). Ratusan konflik satwa terjadi selama tiga tahun terakhir. Puluhan warga tewas dan sejumlah satwa mati.

Memuat data...
DOK BKSDA ACEH

Tim medis mengobati gajah liar di pedalaman Aceh Timur, Aceh, yang terluka terkena jerat pemburu. Setelah dirawat 12 hari, gajah itu akhirnya mati.

Di Sumatera Selatan, misalnya, pada 2017 terjadi enam kasus konflik manusia dan satwa, dua orang tewas. Pada tahun berikutnya meningkat menjadi 10 kasus, menelan dua korban tewas. Pada 2019 naik lagi menjadi 24 kasus, dengan korban tewas mencapai enam orang.

Kasus yang menjadi sorotan adalah konflik harimau di Muara Enim, Lahat, dan Pagar Alam. Dalam tiga bulan terakhir, ada tujuh kasus yang menewaskan lima orang dan dua orang terluka (Kompas, 17 Februari 2020).

Selain mati, sejumlah satwa liar pun hidup dalam trauma seumur hidupnya. Saat penulis datang ke salah satu pusat konservasi harimau sumatera di Bogor, hal itu terpampang nyata. Saat itu, pada tahun 2013, belasan harimau sumatera hidup dalam trauma dan cacat fisik akibat konflik dengan manusia.

Hampir semuanya mustahil dilepasliarkan. Harimau yang buta atau hanya memiliki tiga kaki pasti sulit bertahan hidup di alam. Nyawanya bahkan bisa hilang lebih cepat jika nekat makan tanpa harus berburu, yaitu mendatangi permukiman manusia.

Baca juga : Berjibaku Cegah Konflik Satwa dan Manusia

Memuat data...

Harimau sumatera ditempatkan di kandang khusus penangkaran di Taman Safari, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (5/12/2013). Penangkaran harimau sumatera di tempat tersebut merupakan yang terbesar di dunia.

Saat semuanya dibiarkan, tidak pernah ada yang diuntungkan. Satwa liar dilindungi semakin berkurang populasinya. Manusia juga hidup semakin rentan. Lebih dari konflik dengan satwa, ada banyak ancaman bencana di depan mata. Kehidupan nyaman seperti apa yang diharapkan pupus tatkala sumber air mengering dan bencana hidrometeorologi terjadi di mana-mana saat hutan kian botak.

Di zaman pagebluk ini, kerawanannya bahkan kian tinggi. Semakin mudahnya satwa liar bersinggungan dengan manusia hanya akan menyuburkan potensi perpindahan penyakit berbahaya pada manusia (zoonosis).

Dalam tulisan berjudul "Perlunya Mitigasi Penyebaran Coronavirus dari Satwa Liar" di laman Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 20 Januari 2020, Taufiq Nugraha, peneliti satwa liar dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, mengatakan, para ilmuwan menduga kemunculan penyakit zoonosis baru seperti 2019-nCov merupakan hasil tingginya frekuensi interaksi antara satwa liar dan manusia.

Ia berkaca pada kasus ebola di Afrika. Deforestasi untuk pertanian dapat berperan dalam ekspansi kelelawar di luar habitatnya dan ekspansi manusia ke dalam habitat kelelawar. Akibatnya, keduanya dapat saling berinteraksi bebas dan berisiko tinggi dalam penyebaran penyakit baru.

Memuat data...

Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cahyo Rahmadi  menjelaskan, mitigasi antisipasi zoonosis harus dilakukan. Hewan yang dominan berpotensi membawa penyakit adalah tikus, kelelawar, celurut, karnivora, dan kelompok primata seperti monyet.

Menurut peneliti bidang mikrobiologi dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Sugiyono Saputra, meskipun memungkinkan, interaksi langsung antara kelelawar dan manusia sangatlah jarang. Namun, virus tersebut dapat pula menginfeksi hewan lain sebagai perantara. Hewan perantara itulah yang lebih sering berinteraksi langsung dengan manusia.

Pada kasus infeksi saluran pernapasan berat, SARShewan perantaranya adalah mamalia kecil, seperti kelelawar, musang, dan rakun. Pada kasus sindrom pernapasan di Timur Tengah, MERS, hewan perantaranya adalah unta. Untuk 2019-nCov, meski masih harus diteliti lebih jauh, mamalia menjadi kandidat kuatnya.

Memuat data...

Kini, petualangan koloni naas paus pilot itu sudah berakhir di Modung. Bangkainya dikubur dalam-dalam. Namun, banyak pelajaran bisa dipetik dari sana. Perjumpaan manusia dengan satwa liar yang semakin sering dan keras jelas tidak sederhana. Kisah satwa tersesat itu berpotensi memicu bencana alam hingga kesehatan yang masih bakal terus terjadi.

Ke depan, sebagai makhluk yang dianggap paling berakal dan punya perasaan, manusia seharusnya kian bijak hidup bersama alam. Itu jika tak ingin ikut tersesat dan terkubur begitu saja kelak. Sebagaimana semua makhluk ciptaan, kita ada untuk berbagai ruang, pula dengan satwa liar.

Baca juga : Jejak Panjang Konflik Manusia-Satwa di Sumatera

Memuat data...
Kompas/Bahana Patria Gupta

Bangkai paus pilot saat proses penguburan paus pilot yang mati terdampar di Pantai Modung, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Sabtu (20/2/2021). Penguburan dilakukan setelah bangkai paus menjalani pemeriksaan dan perobekan tubuh untuk mengeluarkan gas. BBKSDA Jatim menyatakan kerusakan sonar dan pengaruh arus laut disinyalir jadi penyebab terdamparnya 52 paus pilot tersebut.


Kompas, 26 Februari 2021

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger