Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 17 Juni 2021

TAJUK RENCANA: Misteri Jaksa Pinangki (REDAKSI Kompas)


KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Bekas Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Pinangki Sirna Malasari meninggalkan ruang sidang setelah mengikuti sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 2 Desember 2020.

Jaksa Pinangki Sirna Malasari, salah seorang terdakwa dalam pembebasan terpidana korupsi Joko S Tjandra, tetaplah menyimpan misteri. Vonisnya diringankan.

Mengikuti jalannya persidangan di pengadilan tingkat pertama, Pinangki tetap menyimpan rapat siapa yang disebut "King Maker". Majelis hakim pun gagal mengorek siapa "King Maker" dalam operasi pembebasan itu.

Karena itulah, majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang diketuai IG Eko Purwanto memperberat hukuman Pinangki menjadi sepuluh tahun. Jaksa penuntut umum menuntut hukuman empat tahun penjara untuk suap lebih dari 500.000 dollar AS. Dalam pertimbangannya, majelis hakim tingkat pertama justru menilai Pinangki berbelit-belit.

Pinangki adalah seorang jaksa. Jaksa adalah penegak hukum. Dalam persidangan tingkat pertama terungkap juga relasi jaksa Pinangki dan advokat serta penegak hukum lain untuk mengatur perkara, termasuk mengatur grasi. Kepergian Pinangki ke Kuala Lumpur bertemu buron Joko S Tjandra memunculkan pertanyaan besar, siapa yang menyuruhnya ke Kuala Lumpur? Inisiatif pribadikah?

TANGKAPAN LAYAR AKUN INSTAGRAM @PINANGKIT

Unggahan di akun Instagram @pinangkit yang diakses di Jakarta, 10 Oktober 2020.

Karena itu, obral diskon sampai 60 persen oleh pengadilan banding sungguh mengusik ketidakadilan publik. Majelis hakim banding yang diketuai Muhammad Yusuf, Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik memotong hukuman Pinangki menjadi empat tahun. Vonis hakim sepuluh tahun dinilai terlalu berat oleh majelis hakim banding. Salah satu alasan yang meringankan adalah Pinangki seorang wanita dan sudah dipecat sebagai jaksa. Vonis itu bulat. Tak ada perbedaan pendapat.

Kekuasaan kehakiman memang mandiri sesuai dengan undang-undang. Namun, bukan berarti publik tidak bisa mempersoalkan ketika rasa keadilan terusik. Eksaminasi putusan adalah salah satu jalan untuk mengkaji putusan lima hakim tinggi. Itu tentunya bisa menjadi catatan untuk kepentingan perkembangan karier ke depan.

Vonis rendah Pinangki ujian bagi kejaksaan. Apakah kejaksaan akan kasasi atau menerima putusan yang sesuai dengan tuntutan sebelumnya. Jika tak ada langkah dari kejaksaan dan Pinangki untuk kasasi, putusan Pinangki akan berkekuatan hukum tetap. Keadilan publik dicampakkan, "King Maker" tidak terungkap.

Kepergian Pinangki ke Kuala Lumpur bertemu buron Joko S Tjandra memunculkan pertanyaan besar, siapa yang menyuruhnya ke Kuala Lumpur? Inisiatif pribadikah?

Berbagai kejadian itu memunculkan pertanyaan kepada elite negeri ini. Seriuskah sebenarnya bangsa ini memerangi korupsi. Korupsi yang memiskinkan bangsa. Korupsi yang memperlebar kesenjangan. Pertanyaan reflektif itu pantas diajukan di tengah diskon vonis korupsi serta penyingkiran pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah berjibaku menangkapi koruptor.

Ketika bangsa ini—eksekutif, yudikatif, dan legislatif—kian lembek terhadap korupsi, bangsa ini kian digerogoti oleh korupsi. Korupsi tidak hanya mengakibatkan kerugian negara, tetapi juga membusukkan nilai-nilai bangsa. Sebelum telanjur, mari kita renungkan bersama bagaimana mau memenangi peperangan melawan korupsi di negeri ini 

Sumber: Kompas.id - 17 Juni 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger