Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 02 Februari 2013

Korupsi dan Partai Politik

Genderang perang terhadap korupsi ternyata belum menghentikan korupsi. Korupsi dengan segala derivasinya masih saja terjadi.

Terakhir, publik dikejutkan oleh penangkapan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq atas tuduhan menerima suap Rp 1 miliar terkait impor daging sapi. Ia ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan Guntur. Luthfi pun langsung meminta mundur sebagai Presiden PKS dan digantikan Anis Matta.

Langkah cepat PKS yang segera melakukan konsolidasi organisasi patut diapresiasi. Masyarakat pun akan menantikan dan mencermati langkah yang akan diambil pimpinan PKS—yang selama ini dipersepsi publik sebagai partai bersih—dalam merespons penetapan kader PKS Luthfi sebagai tersangka.

Kerja cepat KPK dalam kasus impor daging sapi memang menimbulkan pertanyaan. Luthfi sendiri tidak ikut tertangkap tangan bersama Ahmad Fathanah dan dua pengusaha, Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi. Publik bertanya, mengapa proses kasus impor daging sapi begitu cepat, sementara terhadap kasus lain terasa lambat.

Rasa penasaran publik itu wajar saja dan KPK tentunya harus menjawab pertanyaan publik tersebut. Dalam sejarah KPK, lembaga antirasuah itu selalu mempertimbangkan bukti yang dimilikinya sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka. KPK tidak diberi kewenangan menghentikan penyidikan sehingga semua perkara akan berakhir di pengadilan. Melalui proses hukum yang terbuka itulah sebenarnya pertanyaan publik akan terjawab, termasuk soal bukti hukum yang dimiliki KPK.

Terlepas dari proses hukum yang masih akan berjalan itu, kita prihatin mengapa partai politik terperangkap pada kasus korupsi. Hampir semua partai politik mempunyai kader yang terjerat kasus korupsi dan kini sedang menghadapi proses hukum. Meratanya korupsi di mayoritas partai bakal memperburuk citra partai politik di mata masyarakat. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai politik akan menurun.

Kita mau kutip lagi apa yang dikatakan penerima Hadiah Nobel dari Kosta Rika, Oscar Arias Sanchez, yang beberapa kali kita kutip di forum ini. Skandal korupsi yang terus saja terjadi mengecewakan rakyat. Perlawanan dan kudeta dapat saja muncul di sejumlah negara. Partai politik yang merupakan benteng utama demokrasi sedang digoyang oleh kebobrokan dan kian dijauhi warga. Tatkala partai politik ditinggalkan, demokrasi akan lumpuh!

Kita kutip ucapan Sanchez justru karena seriusnya persoalan korupsi. Kita berharap ada langkah dan pemikiran radikal dengan menghentikan korupsi di bumi Indonesia, sebelum kekecewaan rakyat itu mewujud secara nyata! Langkah pertobatan nasional seperti yang diserukan Anis Matta boleh jadi bisa menjadi gerakan kultural untuk menghentikan korupsi. Adapun proses hukum oleh KPK biarlah tetap berjalan dengan tetap dikontrol masyarakat.
(Tajuk Rencana Kompas, 2 Feb 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger