Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 19 Februari 2013

Menjaga Keseimbangan Ekonomi

Oleh Umar Juoro

Ekonomi Indonesia dihadapkan pada ketidakseimbangan yang dapat berakibat pada terganggunya stabilitas ekonomi, dan dalam keadaan yang memburuk dapat menjadi pemicu krisis.

Ketidakseimbangan pertama adalah defisit transaksi berjalan, ekspor dikurangi impor ditambah dengan aliran modal, sekitar 2,7 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2012. Menurunnya ekspor, dan masih tingginya impor, terutama impor minyak, menyebabkan defisit ini.

Kedua adalah ketidakseimbangan primer dalam APBN, yakni pengeluaran pemerintah lebih besar daripada penerimaan sebelum pembayaran cicilan dan bunga utang luar negeri. Kembali, penyebab utamanya adalah subsidi energi (khususnya BBM) yang jauh lebih tinggi daripada yang dianggarkan.

Ketiga adalah ketidakseimbangan yang bersifat struktural dalam distribusi pendapatan sebagaimana ditunjukkan oleh relatif tingginya Koefisien Gini sebesar 0,41 ( angka 1 menunjukkan ketimpangan mutlak). Tentu saja terdapat ketidakseimbangan lain yang berkaitan dengan pendapatan ini, seperti ketimpangan regional antara kawasan barat dan timur.

Tiga ketidakseimbangan tersebut memberikan sinyal negatif kepada pelaku ekonomi dan mendorong mereka untuk melakukan tindakan yang mengganggu stabilitas ekonomi, seperti menekan nilai rupiah. Khusus untuk ketimpangan yang relatif tinggi, hal itu akan memolarisasi masyarakat yang berakibat pada meningkatnya hambatan struktural bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.

Hambat pertumbuhan

Pengalaman di banyak negara berkembang menunjukkan, ketimpangan yang tinggi menghambat pertumbuhan ekonomi. Pada awalnya pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi kemudian terjerembap dalam krisis yang dalam. Bukan saja ekonomi, melainkan juga sosial-politik. Perekonomian yang berhasil menjadi maju pada umumnya ketimpangan pendapatannya relatif rendah, yang berarti perkembangan ekonomi melibatkan peran serta luas masyarakat.

Keseimbangan merupakan konsep dasar dalam teori ekonomi. Tanpa keseimbangan, konsep ekonomi menjadi berantakan. Dalam dinamikanya, perekonomian berkembang dari suatu keseimbangan yang rendah kepada keseimbangan yang lebih tinggi. Dalam praktiknya, keseimbangan menjadi penentu perkembangan kegiatan ekonomi. Tanpa keseimbangan, praktis tidak ada transaksi ekonomi karena keadaan menjadi tidak pasti, terutama berkaitan dengan harga sebagai penentu keseimbangan.

Perlu intervensi

Jelas bahwa untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut dibutuhkan intervensi pemerintah yang optimal. Dua ketidakseimbangan, yaitu defisit neraca berjalan dan defisit primer dalam anggaran, menunjuk pada salah satu penyebab utama yang sama, yaitu tidak terkendalinya subsidi BBM. Dengan mengurangi subsidi BBM atau menyesuaikan harga BBM bersubsidi, ketidakseimbangan itu dapat dikoreksi.
Sementara berkaitan dengan ketimpangan pendapatan, mengalihkan subsidi BBM yang bersifat tidak langsung menjadi subsidi langsung khususnya kepada golongan miskin dan kegiatan produktif bukan saja akan mengurangi tingkat kemiskinan, tetapi juga mengurangi ketimpangan dan sekaligus mendorong kegiatan produktif.

Dalam hal penerimaan pemerintah, sejauh ini pemerintah kurang berhasil dalam menghimpun penerimaan pajak sebagaimana diperlihatkan dalam rasio pajak terhadap PDB yang masih rendah, yakni sekitar 13 persen. Dengan tarif tertinggi pajak 25 persen untuk badan dan 30 persen untuk perorangan, tarif ini masih tergolong tinggi dan minim insentif bagi kegiatan produktif. Penurunan tarif pajak dan meningkatkan kepatuhan pembayar pajak berpotensi lebih besar dalam peningkatan penerimaan dan sekaligus memberikan insentif bagi kegiatan produktif untuk berkembang.

Tentu saja fleksibilitas pasar tenaga kerja juga sangat dibutuhkan bagi perkembangan bisnis dan kesempatan kerja. Hal ini akan sangat mendukung bagi pengurangan ketimpangan pendapatan. Tingkat upah sebaiknya lebih ditentukan oleh negosiasi (bargaining) antara perusahaan dan serikat pekerja di tingkat perusahaan atau industri, bukan oleh pemerintah. Pemerintah memfasilitasi perundingan ini, dan bukan menentukannya.
Jelaslah bahwa untuk menjaga dan membawa keseimbangan ekonomi pada tingkatan yang lebih tinggi, campur tangan pemerintah dibutuhkan dalam pengertian yang optimal dan sesuai dengan kemampuannya. Selanjutnya, masa depan dan keberhasilan Indonesia bertransformasi menjadi perekonomian yang maju sangat bergantung pada keseimbangan ini.

Umar Juoro Ekonom Senior di Center for Information and Development Studies dan Habibie Center
(Kompas cetak, 19 Feb 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®













Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger