Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 20 Maret 2013

Kesalahan Besar AS di Irak (Tajuk Rencana Kompas)



Kemarin, tepat 10 tahun Amerika Serikat bersama tiga negara lainnya menginvasi Irak dan mengakhiri pemerintahan Presiden Saddam Hussein.

Perang inilah—19 Maret 2003 hingga 1 Mei 2003—yang disebut Perang Irak. Perang yang diberi nama sandi "Operation Iraqi Freedom by US" ini mula-mula didukung oleh Inggris, Australia, dan Polandia, dan kemudian mulai 9 April 2003 bergabunglah 36 negara lain.

Invasi itu dilakukan atas dasar, sekurang-kurangnya, empat alasan. Pertama, AS meyakini Irak memiliki senjata pemusnah massal. Kedua, AS ingin menunjukkan bahwa setelah tragedi 9/11, penyerangan oleh teroris terhadap menara kembar World Trade Center dan Pentagon bukanlah—mengutip frasa yang digunakan Richard Nixon—raksasa yang tidak berdaya sama sekali.

Ketiga, Washington percaya bahwa Irak dapat diubah menjadi negara demokrasi, dan pada gilirannya akan mendorong demokratisasi di kawasan itu. Keempat, perang itu dapat dilaksanakan dengan biaya murah.
Apa yang kemudian terjadi? Dari empat alasan itu, hanya satu, meski tidak sepenuhnya, yang benar, yakni ingin menunjukkan bahwa AS bukanlah raksasa yang tidak berdaya sama sekali. Di Irak, AS menunjukkan kedigdayaannya sebagai negara adikuasa. AS mengerahkan segala macam mesin perang canggih yang tidak tertandingi Irak. Meski demikian, semua itu harus dibayar mahal dengan tewasnya 4.488 tentara AS, 31.928 orang terluka, dan paling tidak 3.400 kontraktor AS tewas. Jumlah korban itu belum termasuk korban tentara dari negara lain.

Tiga alasan lain tidak terbukti kebenarannya. Irak tidak memiliki senjata pemusnah massal. Impian AS untuk menyebarkan demokrasi di Irak belum juga terwujud. Irak bukan menjadi negara demokrasi, melainkan "demokrasi jadi-jadian" yang lebih dikuasai chaos, saling bunuh, dan konflik sektarian. Biaya perang ternyata tidak sedikit, yakni 2,2 triliun dollar AS.

Apa yang diperoleh Irak? Kita melihat, sampai saat ini Irak belum terbebas dari hawa permusuhan di antara sesama anak bangsa, Irak terjerat dalam konflik sektarian yang berkepanjangan, dan Irak dikuasai semangat saling membunuh dan menyingkirkan. Bahkan, pemerintahan Irak saat ini tidak dapat memberikan layanan yang paling dasar sekalipun, termasuk listrik dan pelayanan kesehatan. Sementara pengangguran di antara anak muda mencapai 30 persen. Anak-anak muda yang menganggur inilah yang sangat mudah direkrut untuk bergabung dengan kelompok-kelompok kriminal.

Irak masih harus berjuang keras untuk menjadi negara baru yang demokratis, yang menjamin keamanan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Dan, untuk itu, AS tidak boleh lepas tangan karena merekalah yang membuat Irak menjadi seperti sekarang ini.
(Tajuk Rencana Kompas cetak, 20 Maret 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger