Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 25 Maret 2013

Pamer Kekerasan di Penjara  (Tajuk Rencana Kompas)

Penembakan terhadap empat tersangka pembunuhan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Sabtu dini hari, merupakan tragedi kemanusiaan.
Pamer kekerasan dipertontonkan oleh gerombolan bersenjata di penjara. Dalam terminologi hak asasi manusia, penembakan terhadap empat tersangka pembunuhan anggota Komando Pasukan Khusus TNI AD Sertu Santoso itu merupakan pembunuhan di luar proses peradilan (extra judicial killing). Itu melanggar HAM. Sama halnya dengan pembunuhan terhadap Sertu Santoso itu sendiri.
Tragedi itu memaksa Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin meminta maaf atas ketidakberdayaan aparatnya melindungi tersangka. Sebagaimana dikatakan Kepala LP Cebongan Sukamto, gerombolan bersenjata yang memakai penutup wajah itu memaksa masuk LP Cebongan. Dengan mengaku petugas dari Polda DI Yogyakarta, mereka ingin membawa empat tersangka kasus pembunuhan Santoso.
Ketika permintaan itu ditolak, gerombolan itu mengancam meledakkan penjara dengan granat. Gerombolan memaksa sipir menunjukkan blok tempat empat tersangka, Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, Hendrik Angel Sahetapy, dan Yohanes Yuan Manbait, ditahan. Keempat tersangka itu ditembak mati di hadapan narapidana lainnya. Gerombolan itu merusak kamera pemantau dan mengambil rekamannya.
Dengan status keempat tersangka sebagai tahanan titipan Polda Yogyakarta, pemerintah harus bertanggung jawab atas pembunuhan di luar pengadilan. Penjara bukanlah ruang publik yang bisa dimasuki siapa pun. Benar kata Amir Syamsuddin, peristiwa di LP Cebongan merupakan peristiwa pertama yang terjadi dalam sejarah Indonesia.
Di era digital, tragedi kemanusiaan itu dengan cepat tersiar dan memunculkan analisis, kesaksian, dan spekulasi. Foto tersangka yang ditembak beredar luas meskipun belum ada verifikasi resmi dari otoritas yang berwenang. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkejut dan memerintahkan aparat keamanan mengusutnya. Panglima Kodam IV/Diponegoro Mayjen Hardiono Saroso membantah ada anggota TNI yang terlibat dalam penembakan itu.
Menjadi tugas aparat, kepolisian, TNI, Badan Intelijen Negara, termasuk Komnas HAM, mengungkap kasus di LP Cebongan dan menangkap gerombolan bersenjata yang secara nyata telah menyerang simbol negara. Hanya dengan penyelidikan menyeluruh dan kredibel,
masyarakat bisa mendapatkan gambaran yang terang mengenai apa dan siapa gerombolan bersenjata itu.
Peristiwa di LP Cebongan mengirimkan banyak pesan kepada masyarakat, di antaranya ekspresi ketidakpercayaan kepada sistem hukum. Meski demikian, kita kutip teks konstitusi bahwa Indonesia adalah negara hukum. Karena itu, hukum dan keadilan haruslah ditegakkan terhadap siapa pun karena konstitusi menyatakan semua warga negara punya kedudukan yang sama di muka hukum. Jika itu gagal, hukum rimbalah yang akan datang!
(Tajuk Rencana, Kompas, 25 Maret 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger