Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 25 April 2013

Kebijakan BBM Tak Produktif (Tajuk Rencana Kompas)

Pemerintah harus segera membuat kebijakan yang jelas dalam penetapan harga bahan bakar. Terbukti, dua harga BBM menimbulkan persoalan.

Kelangkaan bahan bakar minyak berawal dari niat pemerintah mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi. Tahun lalu, pemakaian BBM bersubsidi naik dari kuota yang ditetapkan 40 juta kiloliter menjadi 45,27 juta kiloliter.

Tahun ini, kuota BBM bersubsidi 46 juta kiloliter. Jika tidak dikendalikan, kuota diperkirakan akan terlampaui dan berakibat semakin memberatkan APBN.

Niat pemerintah mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi dituangkan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2013 tanggal 2 Januari 2013. Di dalamnya diatur, kendaraan dinas tidak boleh memakai BBM bersubsidi, kecuali mobil ambulans, mobil pemadam kebakaran, dan mobil pengangkut sampah. Tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi semua kendaraan roda empat untuk perkebunan, pertambangan, dan industri kehutanan, kecuali untuk perkebunan rakyat, tambang rakyat, serta hutan kemasyarakatan dan hutan rakyat. Semua kapal pelayaran nonperintis dan bukan pelayaran rakyat juga dilarang memakai BBM bersubsidi.

Pokok soal segera terlihat: ada dua harga berbeda untuk barang yang sama. Perbedaan itu menimbulkan persoalan yang sudah diakui pemerintah sendiri, yaitu penyelundupan. Di lapangan, keluhan kelangkaan BBM bersubsidi, terutama solar seperti disampaikan nelayan, petani dan sopir truk, merupakan wujud kekisruhan pelaksanaan peraturan pengendalian. Dampaknya akan segera terasa terutama pada distribusi barang, termasuk bahan pokok.

Ini disebabkan pemerintah belum memiliki mekanisme pengawasan cukup andal untuk memastikan BBM bersubsidi digunakan konsumen yang tepat dengan tujuan seperti diinginkan pemerintah.

Pilihan lain yang lebih rasional adalah menghilangkan perbedaan harga BBM bersubsidi dan tidak bersubsidi yang besarnya lebih dari dua kali lipat. Jika subsidi dipertahankan seperti sekarang, diperkirakan akan ada beban tambahan Rp 180 triliun terhadap APBN.

Ada risiko inflasi karena pengurangan subsidi BBM akan menaikkan harga barang dan jasa. Juga, risiko bertambahnya jumlah orang miskin. Namun, pemerintah memiliki kemampuan meminimalkan dampak pengurangan subsidi bagi rakyat kurang mampu.

Keputusan tepat dan cepat ditunggu dalam situasi perekonomian Asia, terutama China, yang semula diandalkan menjadi lokomotif ekonomi dunia, dan ekonomi Eropa tidak menunjukkan tanda menggembirakan.

Sumber pertumbuhan ekonomi kita yang masih dapat diandalkan adalah konsumsi domestik dan investasi dengan syarat pusat-pusat pertumbuhan dipelihara dan menyebar, serta kebijakan ekonomi tak terdistorsi.

Bukan pilihan mudah. Namun, di sisi lain, mengulur waktu untuk segera membuat keputusan yang tepat meskipun pahit tidak akan produktif dan tidak menguntungkan perekonomian nasional.
(Tajuk Rencana Kompas, 25 April 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger