Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 26 April 2013

Susno Gagal Dieksekusi (Tajuk Rencana Kompas)

Kegagalan Kejaksaan mengeksekusi Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji menorehkan noktah hitam ambruknya wibawa hukum.

Seloroh cicak versus buaya dalam versi lain berulang. Fakta kejadiannya mirip yang dilakukan penyanyi Julia Perez. Tahu akan dieksekusi, Susno masuk kamar. Begitu juga Julia. Bedanya, Susno telepon polisi minta perlindungan hukum, Julia melarikan diri. Julia lari, kemudian menyerahkan diri, mungkin untuk sensasi dan popularitas. Susno tidak. Berpengalaman sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal membuatnya pintar berkelit dari jerat pasal hukum dan pasal kelemahannya.

Catatan ini tak bermaksud memasuki wilayah akrobat hukum, tetapi hanya memotret dan mengingatkan dampak buruk ambruknya wibawa hukum di negeri ini. Negara hukum (rechtsstaat) tereduksi sebagai prosedur sehingga bisa dinafikan oleh kekuasaan dan penguasa.

Padahal, hukum dan politik merupakan dua sisi mata uang terwujudnya tujuan utama bernegara kesejahteraan dan kemaslahatan warga bangsa. Oleh karena itu, ketika penegakan hukum ditabrak, sejak dari peradilan hingga di tingkat eksekusi, tereduksi pula tujuan bernegara.

Ketika sudah menjadi penyakit sistemik, seperti saat ini, sehingga korupsi dianggap jamak bahkan jadi keharusan, upaya memberantasnya sulit dilakukan. Diperparah hubungan sistem pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidak sinkron, upaya pemberantasan hanyalah gincu politik.

Upaya memperlemah KPK dan upaya penolakan Polri ketika KPK akan menangani anggota mereka yang tersangkut kasus, terutama Irjen Djoko Susilo sekadar contoh. Masih banyak contoh lain yang merepresentasikan tersendatnya pemberantasan korupsi. Akibatnya, korupsi justru merajalela dan menggurita.

Besarnya uang yang dikorup dalam kasus Susno kurang berarti dibandingkan besarnya uang yang dikorup Djoko Susilo. Kita hanya terpana oleh keserakahan. Dan karena dilakukan oleh orang yang berasal dari salah satu lembaga penegak hukum, korupsi dianggap memang sudah seharusnya. Koruptor yang tertangkap dianggap sedang apes. Senyampang itu terus dicari jalan menerobos celah hukum. Kegagalan Kejaksaan hanya noktah hitam. "Konflik" dua lembaga penegak hukum mempertontonkan akrobat yang di satu sisi membenarkan spekulasi proses menuju "negara gagal", di sisi lain menawarkan tantangan seberapa seriuskah negeri ini masih layak disebut rechtsstaat (negara hukum atau negara konstitusional).

Agar pantas disebut negara hukum, dalam kasus Susno dukungan etis dan moral perlu diberikan kepada Kejaksaan, pun terhadap eksistensi KPK! Diperlukan kebesaran hati semua pihak, termasuk Susno berikut segala pendukung legal dan politis yang ada di belakangnya! Ketika kita biarkan penegakan hukum tidak terjadi dan kewibawaan hukum terus merosot, tanpa sadar kita berkhianat terhadap cita-cita reformasi 1998.

(Tajuk Rencana Kompas, 26 April 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger