Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 06 April 2013

Tantangan Indonesia (Axel van Trotsenburg)

Axel van Trotsenburg
Indonesia kini mencuat, menempati posisinya di dunia sebagai salah satu negara berpendapatan menengah yang sedang menanjak, melangkah pasti mewujudkan potensinya.
Jalan menuju kesejahteraan dan demokrasi merupakan jalan yang luar biasa dan sekaligus menantang. Semangat kewirausahaan yang tak kenal lelah terus mendukung bertumbuhnya dunia usaha, sementara profesionalisme yang kian meningkat kini mendorong proses transformasi di tubuh pemerintah.
Jutaan manusia telah mengarungi perjalanan dari kemiskinan menuju peluang. Melalui berbagai tantangan sosial dan politik, Indonesia telah menunjukkan ketangguhannya. Dalam dekade 1960-an, sekitar 60 persen penduduk hidup dalam kemiskinan dan produk domestik bruto (PDB) per kapita kurang dari 60 dollar AS. Pada 2012, tingkat kemiskinan telah dipangkas hingga 12 persen, jauh dari ideal, tetapi tetap kemajuan signifikan ketimbang masa lalu. Kelas menengah yang kian berkembang membuktikan dirinya sebagai sumber kreativitas. Berbagai inovasi yang dihasilkan telah menjadi sumber daya kaya bagi pasar konsumen yang demikian besar dan dinamis.
Indonesia dan Bank Dunia telah menjalin kemitraan selama hampir 60 tahun. Pada 1968, Bank Dunia membuka kantor pertamanya di negara berkembang, Indonesia, dan memfokuskan dukungannya pada sektor pertanian lewat dana kredit sebesar 4 juta dollar AS untuk memperbaiki irigasi dan meningkatkan produksi beras. Presiden Bank Dunia Robert McNamara saat itu sangat yakin akan komitmen Indonesia dalam mengembangkan potensinya: "…jelas bahwa Indonesia, dikarenakan luas wilayah, potensi kekayaan, serta sumber daya manusianya (SDM), merupakan kawasan yang penting di dunia dan, akibat kelalaian di masa lalu, amatlah membutuhkan dukungan dalam upaya pembangunannya."
Indonesia menikmati perkembangan ekonomi yang kuat serta kemajuan yang konsisten sebelum akhirnya diguncang krisis 1997-1998. Seketika, jutaan orang kembali terpuruk dalam kemiskinan. Namun, Indonesia kembali memperlihatkan ketangguhan dan berhasil pulih setelah melalui proses reformasi politik dan ekonomi. Pembelajaran dari masa krisis telah mendorong negara ini untuk memperkuat kelembagaannya secara sistematis.
Berbasis masyarakat
Salah satu pilar kiprah Bank Dunia di negara-negara berkembang—yaitu pembangunan yang dimotori masyarakat (community-driven development)—juga bermula dari Indonesia. Masyarakat yang memutuskan apakah ingin membangun sekolah, klinik kesehatan, jalan atau jembatan, sesuai kebutuhan dan aspirasi mereka. Pendekatan pembangunan yang menyertakan masyarakat telah terterapkan dan menyebar ke berbagai penjuru negara ini dan ke negara-negara lain di dunia. Pendekatan ini berhasil mentransformasi kehidupan masyarakat dan mendorong diterapkannya pengambilan keputusan yang menyertakan berbagai komponen masyarakat.
Ketangguhan Indonesia kembali terlihat saat negara ini mengalami bencana alam tsunami yang meluluhlantakkan Aceh dan Nias pada 2004. Dengan dukungan melimpah dari dalam dan luar negeri, termasuk dana multidonor yang dikelola Bank Dunia, masyarakat Indonesia melakukan upaya rekonstruksi, membangun kembali masyarakat lebih baik dan lebih kuat lagi.
Perkembangan ekonomi hanya salah satu ukuran keberhasilan. Kebebasan yang kini telah menemukan semangat barunya—untuk berbicara dan berorganisasi—juga membantu meningkatkan kualitas kehidupan secara keseluruhan. Faktor-faktor ini, serta pasar domestik yang besar dan kekayaan sumber daya alam (SDA), menarik masuknya investasi asing yang turut mendorong pertumbuhan. Studi baru Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan menyebutkan, PDB Indonesia 2030 diproyeksikan 9.400 dollar AS per kapita, sementara 2060 berpotensi naik tiga kali lipat, mencapai 25.000 dollar AS per kapita.
Tantangan ke depan
Agar target ini tercapai, pertumbuhan dan pembangunan inklusif perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Beberapa tahun terakhir, fundamental ekonomi makro Indonesia terlihat cukup kuat. Namun, tantangan ke depan adalah menempuh sejumlah langkah reformasi yang akan berpengaruh besar pada pembangunan dan kesejahteraan.
Pertama, generasi penerus Indonesia harus mendapat akses terhadap pendidikan yang lebih berkualitas. Besarnya jumlah SDM muda, atau yang disebut sebagai "dividen demografi", akan habis dalam 10-15 tahun ke depan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, diperlukan investasi besar untuk meningkatkan keterampilan dan mengantarkan lebih banyak siswa ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Meskipun anggaran pendidikan Indonesia mencapai 20 persen dari total anggaran negara, sebagian besar anggaran dialokasikan ke program wajib belajar sembilan tahun—porsi ini lebih tinggi dari anggaran yang dialokasikan Thailand dan Malaysia untuk hal yang sama. Sementara siswa keluarga miskin jarang sekali bisa menamatkan pendidikan menengah atas dan lebih sedikit lagi yang berhasil lulus dari perguruan tinggi. Hal ini mencerminkan kesenjangan pendidikan yang semakin intens.
Kedua, masalah perubahan iklim harus menjadi bagian integral agenda pembangunan. Kekayaan SDA Indonesia tentunya memiliki batas dan investasi di bidang energi terbarukan dan keberlanjutan hutan sangat dibutuhkan. Moratorium konsesi hutan baru yang diterapkan selama dua tahun, serta target pemerintah untuk menurunkan emisi sebesar 26 persen, merupakan langkah yang patut dipuji. Semua ini membutuhkan komitmen dan usaha keras dari berbagai lapisan masyarakat. Komunitas-komunitas lokal, sektor swasta, sektor publik, dan masyarakat sipil harus bersatu padu melestarikan SDA negara demi masa depan generasi penerus.
Ketiga, masalah subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang jumlahnya hampir mencapai 20 persen dari keseluruhan anggaran negara dan lebih menguntungkan bagi pemilik kendaraan roda empat juga perlu diatasi. Alokasi anggaran ini akan lebih bermanfaat jika diarahkan ke infrastruktur dan program jaminan sosial. Sebagai contoh, hanya 2 persen dari penduduk perkotaan memiliki akses terhadap sistem sanitasi terpadu. Saat ini, investasi total pemerintah dan swasta di bidang infrastruktur hanya 4 persen dari PDB, jauh di bawah investasi Vietnam dan China yang mencapai 10 persen PDB tiap tahunnya. Tingkat investasi infrastruktur Indonesia saat ini belum cukup untuk menyediakan air bersih, listrik, pengelolaan sampah, transportasi, dan berbagai layanan publik lainnya secara memadai. Salah satu cara mengatasi berbagai kekurangan ini adalah dengan mengurangi subsidi BBM dan melakukan realokasi anggaran.
Selama beberapa dekade terakhir, terlihat jelas kemampuan Indonesia dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan. Visi jangka panjang dan reformasi berkelanjutan dibutuhkan untuk meneruskan momentum pertumbuhan dan meningkatkan kesejahteraan. Bank Dunia yakin Indonesia berpotensi besar menjadi negara berpendapatan menengah atas pada masa mendatang.
Axel van Trotsenburg Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik
(Kompas cetak, 6 April 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®














Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger