Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 29 Mei 2013

Nilai Tukar sebagai Stimulus (Tajuk Rencana Kompas)

Meskipun tekanan terhadap rupiah diyakini bersifat sementara, pelemahan nilai tukar harus menjadi perhatian serius pemerintah.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, di hadapan Komisi XI DPR Senin lalu, mengatakan, prospek neraca pembayaran Indonesia yang lebih baik akan membuat nilai tukar rupiah terjaga.

Melemahnya nilai tukar mata uang suatu negara bukan hal tabu. Kita masih ingat bagaimana China dituduh sengaja membuat mata uangnya lemah demi meningkatkan daya saing produk ekspornya. Jepang juga melakukan hal yang sama.

Dengan kata lain, pelemahan mata uang suatu negara dapat menjadi modal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pemerintahan Orde Baru beberapa kali menggunakan pelemahan rupiah yang saat itu disebut devaluasi rupiah untuk mendorong daya saing produk ekspor Indonesia di pasar internasional.

Yang menjadi persoalan apakah penguatan atau pelemahan nilai tukar tersebut berada dalam kontrol pemerintah atau tidak. Seharusnya, pelemahan nilai tukar rupiah terjadi karena merupakan bagian dari suatu strategi pembangunan, misalnya, untuk mendorong ekspor dan menumbuhkan industri di dalam negeri.

Akan menjadi beban bagi perekonomian apabila pelemahan nilai tukar adalah konsekuensi yang tidak direncanakan dari suatu pilihan kebijakan ekonomi. Apalagi, jika akibatnya nilai tukar bergejolak sehingga pelaku usaha sulit membuat perencanaan bisnis.

Kita seyogianya tidak terjebak pada keadaan kendali nilai tukar rupiah bukan di tangan pemerintah. Seperti yang terjadi saat ini, terkesan kuat pelemahan nilai tukar rupiah bukan merupakan rancangan kebijakan untuk tujuan itu. Indikasinya, salah satu penyebab tertekannya nilai tukar rupiah adalah impor bahan bakar minyak yang terus meningkat volume dan nilainya. Subsidi BBM juga terlalu besar dibandingkan dengan harga keekonomian sehingga konsumsi cenderung membengkak.

Menteri Keuangan Chatib Basri dan Gubernur Bank Indonesia yang menduduki jabatannya belum lama ini diharapkan menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tetap sehat, mendorong investasi di sektor riil, serta mengendalikan kestabilan nilai tukar rupiah dan inflasi.

Masyarakat mengharapkan bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga terjadi pemerataan kemakmuran agar pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan tidak terjebak menjadi negara berpendapatan menengah.

Seiring munculnya tanda-tanda perbaikan ekonomi global tahun depan, Indonesia harus dapat mengambil manfaat dari situasi itu. Hal ini dapat terjadi bila menteri keuangan dan menteri-menteri lain di kabinet bersama Gubernur BI merancang kebijakan untuk jangka panjang dan tidak membatasi diri pada masa kerja kabinet sekarang demi masa depan Indonesia.

***
(Tajuk Rencana Kompas, 29 Mei 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger