Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 02 Mei 2013

Ujian Nasional (M Jusuf Kalla)

M Jusuf Kalla
Orangtua, guru, pemerintah, dan anak didik mempunyai tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, dan penguasaan ilmu pengetahuan generasi muda. Sebab, hanya kecerdasan dan ilmu pengetahuan itulah yang dapat meningkatkan kemajuan kita.
Kita menyadari bahwa semua itu membutuhkan kerja keras dan keseriusan semua pihak, baik orangtua, guru, maupun murid, di samping adanya perencanaan- pelaksanaan dan anggaran dari negara yang mencapai 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan undang-undang yang dananya akan meningkat setiap tahun.
Karena itulah, pada tahun 2002 pemerintah merasa perlu untuk mengambil langkah-langkah terencana. Hal tersebut terutama setelah melihat mutu pendidikan nasional yang semakin menurun.
Posisi mutu
Tiga indikator dapat digunakan untuk melihat mutu pendidikan kita apakah meningkat atau menurun.
Pertama, membandingkan kondisi keadaan pendidikan kita selama 50 tahun terakhir. Materi ujian berhitung atau matematika murid SD pada tahun 1950-an begitu tinggi tingkat kesulitannya dibandingkan dengan materi tahun 2000. Perbandingan ini menunjukkan terjadinya degradasi mutu pendidikan di Indonesia.
Kedua, membandingkan mutu pendidikan kita dengan negara tetangga. Untuk itu, pada tahun 2002 bahan ujian Ebtanas kita bandingkan dengan ujian akhir sekolah-sekolah di Singapura, Malaysia, dan Filipina, tiga negara yang dapat dimengerti materi ujian nasionalnya karena menggunakan bahasa Inggris dan Melayu.
Materi ujian nasional mereka ternyata sangat mencengangkan—jauh di atas tingkat kesulitan ujian kita—yang sekaligus menggambarkan kualitas pendidikan di ketiga negara tersebut.
Misalnya, ujian Bahasa Inggris dan Matematika sekolah dasar di Malaysia ternyata hampir sama dengan materi ujian SMP di Indonesia. Hal itu berarti Indonesia ketinggalan tiga tahun dibandingkan dengan Malaysia. Ketiga negara ini, sebagaimana diketahui, juga menggelar ujian nasional. Singapura bahkan melakukan ujian internasional bekerja sama dengan Universitas Cambridge.
Ketiga, kita bandingkan pula mutu lulusan setiap daerah dengan melihat tingkat kelulusan tes masuk ke universitas terbaik di Indonesia, seperti UI, ITB, IPB, dan UGM. Ternyata, tidak banyak lulusan SMA daerah yang lulus.
Pada era ujian sekolah, tingkat kelulusan tiap sekolah hampir mencapai 100 persen. Akibatnya, timbul pemikiran, "Buat apa belajar, toh belajar dan tidak belajar sama saja. Semua juga akan diluluskan." Itulah penyebab degradasi mutu pendidikan di negeri ini.
Nasib pendidikan Indonesia tidak ubahnya pelompat galah. Pada tahun 1950-an, mutu pendidikan Indonesia masih sama dengan Malaysia, bahkan Indonesia yang mengajari Malaysia. Belakangan, kemampuan Malaysia semakin meningkat. Sementara Indonesia, karena tidak bisa melompati galah, justru galahnya diturunkan, bukan latihannya yang ditingkatkan.
Tren mutu meningkat
Ketika ujian nasional diuji coba pada tahun 2002 di beberapa daerah di Indonesia, betapa miris kita melihat hasilnya. Kepada murid diujikan soal-soal dengan tingkat kesulitan tertentu serta standar nilai kelulusan minimal 5. Ternyata, hanya 40 persen peserta ujian yang lulus, dan selebihnya, 60 persen, tidak lulus.
Standar kemudian diturunkan menjadi 4. Masih juga 30 persen murid tidak lulus. Karena itu, dalam UAN tahun 2003 standar nilai minimal terpaksa diturunkan menjadi 3,5. Itu pun hasilnya 20 persen murid tidak lulus. Itulah gambaran mutu pendidikan di Indonesia pada 10 tahun silam.
Untuk memicu semangat belajar dan meningkatkan mutu standar nilai, setiap tahun standar dicoba dinaikkan 0,5 poin meski pada tahun 2005 hanya naik 0,2 poin menjadi 4,2.
Tahun ini, standar kelulusan murid sudah mencapai 5,5. Di samping itu, tingkat kesulitan juga ditingkatkan. Artinya, jika dilakukan secara konsisten, standar nilai kelulusan murid-murid Indonesia juga akan terus meningkat untuk bisa keluar dari ketertinggalan negara lain.
Jalan keadilan pendidikan
Lalu, apa beda ujian sekolah dan ujian nasional? Dalam ujian sekolah, pada umumnya guru menguji apa yang telah dia ajarkan, sedangkan dalam ujian nasional murid diuji apa yang seharusnya mereka ketahui di mana pun murid itu berada di Indonesia. Dengan demikian, tingkat kecerdasan manusia Indonesia akan merata antara murid-murid yang sekolah di Jakarta dan mereka yang bersekolah di daerah-daerah.
Hal itu penting agar jangan ada perbedaan yang mencolok pada mutu pendidikan generasi muda. Selalu ada pertanyaan dengan alasan mutu pendidikan dan guru berbeda. Justru di situlah dibuat standar nasional agar mutu sekolah-sekolah yang selama ini rendah terus ditingkatkan. Pada saat yang sama, mutu guru ditingkatkan dan fasilitas sekolah diperbaiki.
Sejalan dengan itu, pada awal diterapkannya ujian nasional ada pertukaran kepala sekolah dari SMA yang baik di Jawa dengan SMA sekolah-sekolah di daerah. Wakil kepala sekolah di SMA yang baik di Jawa menjadi kepala sekolah di daerah-daerah luar Jawa. Sebaliknya, kepala sekolah di luar Jawa menjadi wakil kepala sekolah di Jawa selama enam bulan.
Dengan demikian, akan ada pembauran budaya dalam mengajar. Selama program ini berjalan, ratusan kepala sekolah telah dipertukarkan. Hal itu pada kenyataannya memberikan budaya belajar yang lebih baik, khususnya sekolah-sekolah di Indonesia timur.
Ada pandangan ujian nasional menyulitkan siswa. Tentu saja siswa memang harus lebih keras cara belajarnya. Demikian pula ada yang berpendapat, lebih baik memberikan suasana yang enak untuk belajar pada anak. Pendapat itu benar, tetapi tidak seenaknya.
Kita bersyukur, selama ini anak sebelum ujian nasional diperlakukan dengan ketat, ternyata tawuran juga sangat berkurang karena anak lebih berkonsentrasi belajar dan tidak berkeliaran.
Jadi, ujian nasional tidaklah bermaksud menyiksa anak didik, tetapi bertujuan meningkatkan dan membangun keadilan mutu pendidikan. Memang ada murid, guru, dan orangtua yang stres karena ujian nasional, tetapi semua harus dilalui dengan keyakinan dan usaha keras.
Stres atau tegang akan selalu dialami dalam hidup ini apabila menghadapi tantangan-tantangan, apakah itu ujian, melamar kerja, ataupun menunggu jawaban dari pacar pada saat melamar. Kita juga dengan gembira melihat puluhan ribu siswa berdoa bersama, istigasah sebelum menghadapi ujian.
Tidak ada bangsa yang maju tanpa pendidikan yang baik, dan tidak akan ada pendidikan yang baik tanpa keseriusan dan kerja keras.
Solusi teknis
Kendala teknis pelaksanaan ujian nasional yang terjadi pada tahun 2013 adalah masalah teknis logistik. Karena itu, perlu dicari solusinya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Misalnya, penyederhanaan sistem logistik sehingga lebih dekat ke daerah.
Konten soal-soal ujian harus dibuat dari pusat agar tetap dijaga mutu pendidikan nasional, tetapi mencetaknya cukup di daerah seperti sistem cetak jarak jauh pada surat kabar. Kalau ada pelanggaran secara pidana agar ditindak sehingga tidak terulang lagi.
Kualitas pendidik juga harus terus ditingkatkan sehingga mutu yang dihasilkan menjadi semakin baik dari tahun ke tahun demi mencapai generasi muda yang cerdas dan maju.
Pendidikan hari ini baru akan dicapai hasilnya setelah 10 tahun ke depan, dan itu adalah milik mereka yang mau berusaha dan bekerja keras.
M Jusuf Kalla Wakil Presiden RI 2004-2009; Penggagas Ujian Nasional
(Kompas cetak, 2 Mei 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®































2 komentar:

  1. Jusuf Kalla hanya melihat persoalan di ujungnya saja, dan kurang tanggap dengan persoalan mendasar mengapa mutu pendidikan kita menurun atau sangat rendah. Mutu pendidikan tidak bisa ditingkatkan hanya dengan melaksanakan ujian atau evaluasi, tetapi harus dibenahi dulu proses belajar mengajar serta peningkatan fasilitas pendidikan yang merata di seluruh Indonesia, baru bisa mengukur kemampuan siswa dengan ujian nasional. Mutu pendidikan tidak bisa ditingkatkan dengan cara yang instan dengan melaksanakan UN. Apalagi bentuk ujian nasional selalu sama dengan waktu-waktu lalu, yaitu pilihan berganda. Ujian dengan bentuk pilihan berganda tidak akan memperkuat daya nalar dan kreativitas berpikir siswa.

    BalasHapus
  2. Untuk bergerak maju mestilah demikian. Fakta yang terlihat dari pelaksanaan UN sekarang ini merupakan fakta kegagalan melaksanakan rencana tersebut. Cita-cita harus diperjuangkan, bukannya memilih untuk tetap apaadanya jika terdapat kendala di dalamnya. Pembenahan harus dilakukan, jika perlu: "Evaluasi kembali guru-guru, kepala sekolah dan jajaran terkait tenaga pendidik. Pensiunkan atau pecat saja yang memang tak layak!!! Dunia pendidikan bukan tempat cari nafkah, melainkan wadah bagi menyiapkan generasi penerus bangsa. Apapun harus siap dikorbankan demi generasi kita! Seperti layaknya setiap orangtua berkorban untuk masa depan anak-anaknya!!!"

    BalasHapus

Powered By Blogger