Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai anggota koalisi partai pendukung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak. Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid menegaskan siap menerima konsekuensi apa pun, termasuk jika Presiden mencopot tiga menteri dari PKS.
Sebenarnya, bukan kali ini saja PKS mengambil posisi politik berbeda dengan kebijakan pemerintah yang didukungnya. Saat pemerintah berencana menaikkan harga BBM pada tahun 2012, PKS mengambil posisi berbeda. Begitu juga saat kasus mafia pajak (2011) dan pembentukan Pansus Bank Century (2010).
Masyarakat tentunya bakal mempunyai persepsi sendiri soal langkah dan manuver politik PKS sebagai partai politik, termasuk yang dinyatakan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa yang menilai PKS mau mencari enaknya sendiri. Menteri dari PKS tetap bertahan di pemerintahan meski PKS tetap punya sikap politik menolak rencana kenaikan harga BBM. PKS beralasan, sikap politiknya menolak kenaikan harga BBM adalah untuk memperjuangkan aspirasi rakyat. Citra politik itu penting, apalagi menjelang Pemilu 9 April 2014.
Kita berharap Presiden Yudhoyono dan elite politik kembali ke inti masalah, yakni membengkaknya anggaran untuk subsidi BBM. Menurut perhitungan pemerintah, subsidi BBM mencapai Rp 297,7 triliun. Ketidakpastian soal naik tidaknya harga BBM ikut memerosotkan nilai rupiah terhadap dollar AS dan indeks harga saham gabungan, serta memicu spekulasi.
Kenaikan harga BBM adalah domain pemerintah dan rasanya itu merupakan keniscayaan politik. Meski demikian, pemerintah perlu memikirkan langkah untuk mengurangi dampak dari kenaikan harga BBM tersebut, khususnya bagi rakyat miskin. Presiden Yudhoyono juga mengajak elite politik berpikir bagaimana menyelamatkan perekonomian negara dan bukan semata-mata untuk kepentingan politik menjelang Pemilu 2014.
Sebagai sebuah kontrak sosial bangsa, konstitusi kita harapkan menjadi rujukan dalam memandu perjalanan bangsa. Konstitusi tidak mengenal terminologi koalisi atau oposisi. Konstitusi menegaskan, penanggung jawab jalannya pemerintahan adalah presiden. Para menteri adalah para pembantu presiden.
Dalam cara pandang itu, seharusnya presiden mempunyai hak penuh mengganti menteri yang tidak sejalan dengan kebijakan presiden. Para menteri yang berasal dari parpol ataupun bukan dari parpol mempunyai kewajiban untuk menjelaskan rasionalitas dan argumentasi rencana kenaikan harga BBM tersebut. Keputusan apa pun, meskipun berisiko, harus diambil seorang pemimpin daripada membiarkan situasi penuh ketidakpastian.
***
(Tajuk Rencana Kompas, 15 Juni 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar