Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 28 Agustus 2013

Mengelola Harga Kedelai (Tajuk Rencana Kompas)

Naiknya harga kedelai di tengah inflasi yang tinggi dan nilai tukar rupiah yang merosot memberi sinyal pemerintah belum fokus dalam bekerja.
Kenaikan harga kedelai sejak lebih dari sepekan lalu semakin menekankan pentingnya pemerintah serius mengelola pangan nasional. Jangan sampai kenaikan harga kedelai memperburuk inflasi yang tahun ini diperkirakan di atas 8 persen.

Kedelai termasuk salah satu komoditas pangan yang secara agronomis membutuhkan pengapuran untuk mengurangi kemasaman tanah. Meskipun pengapuran berarti tambahan biaya, petani bersedia membiayai jika mendapat harga baik dan kepastian pasar.

Presiden sudah menetapkan Bulog sebagai stabilisator harga kedelai. Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan yang mengaitkan impor dengan pembelian kedelai petani. Pemerintah juga menjamin harga pembelian kedelai petani Rp 7.000 per kilogram, di atas biaya produksi Rp 6.000. Pemerintah menjamin harga penjualan Rp 7.450 di tingkat perajin tahu tempe sebagai konsumen terbesar.

Meski demikian, kebijakan itu belum memberi hasil. Harga kedelai melonjak jadi Rp 8.500-Rp 9.000.

Harga kedelai dapat dikatakan merupakan cermin pengelolaan pangan nasional. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 menetapkan, penyelenggaraan pangan berdasarkan asas kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan. Konsekuensi pilihan tersebut adalah memastikan produksi harus memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.

Produksi kedelai dalam negeri tahun lalu sekitar 850.000 ton, sementara kebutuhan 2,5 juta ton. Ada kesenjangan besar yang sebetulnya merupakan peluang bisnis bagi petani jika ada insentif harga, bantuan penyuluhan, dan penyaluran sarana produksi tepat waktu. Apalagi Presiden menetapkan swasembada kedelai sebagai program pada masa kedua jabatannya. Di sisi lain, perajin tahu dan tempe mengeluh tidak mendapatkan kedelai di sentra produksi seperti yang disebutkan pemerintah. Di sini terjadi masalah informasi tidak akurat.

Kekurangan produksi kedelai dalam negeri terjadi bertahun-tahun dan selalu ditutup melalui impor. Sejak Dana Moneter Internasional menentukan Bulog hanya boleh mengendalikan harga beras, harga bahan pangan lain diserahkan pada mekanisme pasar.

Dari pelajaran bergejolaknya harga kedelai dua tahun berurutan, tahun ini pemerintah berusaha menjaga stabilitas harga kedelai. Sayangnya, kebijakan itu tidak konsisten. Di satu sisi harga pembelian petani dan penjualan kepada perajin ditentukan, tetapi saat harga bergejolak tugas meredam harga tidak dilaksanakan. Padahal, Menteri Perdagangan menyebut ada stok 350.000 ton kedelai. Pertanyaannya, siapa memegang stok tersebut dan mengapa tidak bisa meredam gejolak harga.

Selain karena nilai tukar rupiah, gejolak harga kedelai kali ini kembali memperlihatkan lemahnya administrasi pemerintahan dan koordinasi antarlembaga yang jangan-jangan mencerminkan situasi keseluruhan.

(Kompas cetak, 28 Agustus 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger