Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 11 September 2013

Filipina Direpotkan Pemberontak (Tajuk Rencana Kompas)

Aksi bersenjata kaum separatis di Filipina selatan awal pekan ini memperlihatkan kerepotan yang dihadapi negeri itu dalam menjaga keutuhan wilayahnya.
Serbuan faksi pemberontak Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) ke Zamboanga di Pulau Mindanao digambarkan sangat ganas dan mengerikan. Paling tidak, enam orang tewas, termasuk dua personel tentara, dalam kontak senjata dengan pasukan keamanan. Puluhan orang cedera, sementara 180 orang disandera MNLF dan sejumlah desa juga dikontrol gerilyawan.

Keganasan MNLF tak hanya meminta korban jiwa, tetapi juga kerugian harta benda tak sedikit. Kota Zamboanga yang berpenduduk 800.000 jiwa benar-benar lumpuh. Serbuan tiba-tiba sekitar 300 gerilyawan bersenjata lengkap itu menghentikan segala penerbangan serta transportasi laut dan darat. Sekolah-sekolah ditutup. Salah satu pelabuhan laut di Zamboanga terpaksa ditutup.

Tidak kalah memprihatinkan, serangan MNLF menghancurkan proses perdamaian sejak Oktober tahun lalu untuk mengakhiri konflik 42 tahun yang menewaskan paling tidak 150.000 orang dan memaksa sekitar 2 juta orang mengungsi. Sudah pasti Presiden Benigno Aquino Jr sangat terpukul atas serangan faksi MNLF hari Senin itu. Lebih-lebih karena Benigno sangat mengharapkan perdamaian akan tercipta sebelum masa kekuasaannya enam tahun berakhir tahun 2016.

Insiden bersenjata pekan ini menggambarkan betapa rumitnya menghadapi kaum pemberontak di Filipina selatan, yang terpecah-pecah dalam berbagai faksi. Gerilyawan yang menyerang awal pekan ini merupakan kelompok MNLF yang menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah tahun 1996. Namun, lima tahun kemudian, perjanjian perdamaian, yang memberikan otonomi luas di Pulau Mindanao itu kandas. MNLF pimpinan Nur Misuari mementahkan perjanjian atas alasan pemerintah tidak mewujudkan kesepakatan secara utuh.

Sebaliknya, pemerintah menuduh pemerintahan otonomi pimpinan Misuari tidak efektif dan efisien karena praktik korupsi yang meluas. Dampaknya, sikap saling curiga muncul kembali, yang membuyarkan kesepakatan perdamaian. Persoalan bertambah kompleks karena MNLF menentang kesepakatan perdamaian antara pemerintah dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) yang ditandatangani tahun lalu.

Kesepakatan perdamaian tahun lalu memberikan kekuasaan otonomi lebih besar, tidak hanya dalam bidang politik, tetapi juga dalam pembagian hasil sumber daya alam dengan pemerintah pusat. Namun, friksi dan perpecahan di kalangan pemberontak membuat setiap perjanjian perdamaian tidak berlangsung langgeng dan sulit dilaksanakan. Tantangan yang dihadapi dalam mengatasi gerakan pemberontakan memang rumit.

(Tajuk Rencana Kompas, 10 September 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger