Relokasi industri kali ini lebih cepat karena isu tuntutan kenaikan upah buruh hingga sekitar 50 persen dan kerapnya unjuk rasa. Kompas (7/9) melaporkan, 60.000 buruh di-PHK dan 60 pabrik tekstil dan produk tekstil pindah dari Jabodetabek, antara lain, ke Jawa Tengah. Industri padat karya yang juga melakukan PHK adalah alas kaki, 40.000 buruh berhenti bekerja.
Relokasi industri bersifat foot loose, padat karya bernilai tambah rendah dan industri berkelas tukang jahit berteknologi rendah, memang akan terjadi jika buruh tidak lagi memberi nilai tambah dan menaikkan daya saing usaha.
Relokasi dan PHK di sekitar Jabodetabek adalah proses mencari keseimbangan baru antara buruh, pemberi kerja, serta kelangsungan dan jenis usaha. Ke depan, relokasi ke luar negeri adalah keniscayaan.
Dapat dipahami apabila buruh ingin penghasilannya naik. Dalam kebijakan ekonomi nasional yang menekankan konsumsi sebagai penggerak ekonomi, masyarakat didorong mengonsumsi. Mulai dari sampo yang tidak lagi sekadar membersihkan rambut, pakaian yang terus berganti model, hingga telepon seluler dan sepeda motor. Sebagian dari barang itu ada dalam daftar kebutuhan minimal buruh.
Namun, selain menuntut kenaikan upah, buruh seyogianya juga berani menjamin dapat bekerja baik dan meningkatkan produktivitas. Dengan demikian, pengusaha juga mendapat manfaat dari membayar upah lebih tinggi.
Tuntutan buruh agar upah baru menjadi Rp 3,7 juta terjadi saat nilai tukar rupiah merosot tajam dan inflasi sangat tinggi. Tuntutan itu menambah beban industri berbahan baku impor dan pasarnya dalam negeri. Apalagi ekonomi Indonesia tidak efisien karena korupsi, sementara sistem logistik dan infrastruktur lemah. Inflasi menggerus daya beli, sementara menaikkan harga jual produk belum tentu dapat dilakukan.
Pemerintah harus menjadi penengah yang adil dan memiliki visi pembangunan berkelanjutan. Jangan upah dinaikkan karena mengejar popularitas, atau karena ingin menang pemilihan kepala daerah dan pemilu.
Tugas pemerintah membuat rencana dasar pengembangan industri berdasar keunggulan kompetitif dan komparatif tiap daerah, serta daya dukung lingkungan dan mempertimbangkan industri bersifat foot loose. Termasuk, kebutuhan tenaga kerja berdasar pembagian kerja.
Adalah juga kewajiban pemerintah menyediakan transportasi murah dan tempat tinggal layak bagi buruh, sarana pendidikan dan kesehatan termasuk air bersih, dan pangan bergizi yang terjangkau agar biaya hidup dapat murah, sementara produktivitas kerja tinggi.
Jika setiap pelaku dalam sistem tripartit melakukan tugasnya, niscaya buruh lebih makmur dan bahagia, pengusaha tumbuh usahanya, dan ekonomi pun tumbuh tinggi dengan berkualitas dan berkelanjutan.
(Tajuk Rencana Kompas, 9 September 2013)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar