Tentu, Irak memiliki masa depan. Hanya saja, pertanyaan selanjutnya adalah masa depan negeri yang dulu sering disebut sebagai salah satu cradle of civilization, palungan peradaban, itu seperti apa?
Sangat wajar muncul pertanyaan seperti itu. Hal tersebut mengingat situasi Irak akhir-akhir ini di mana perseteruan antara kelompok Sunni dan Syiah begitu kental. Persaingan kedua kelompok itu untuk memperebutkan kekuasaan bukanlah hal yang baru di Irak.
Jatuhnya Presiden Saddam Hussein oleh aksi militer sekutu di bawah kepemimpinan Amerika Serikat pada April 2003 seperti membuka kotak pandora. Ketika tutup kotak pandora itu dibuka, yang keluar dari kotak adalah semangat persaingan—persaingan yang tidak biasa—bahkan permusuhan untuk saling menghancurkan.
Saddam Hussein, selama berkuasa sejak tahun 1979 dengan tangan besinya, dengan sikap otoriternya mampu mempersatukan semua komponen masyarakat-bangsa Irak, yang sebenarnya sangat rentan pecah. Ia merangkul kelompok-kelompok minoritas dan agak menyisihkan kelompok mayoritas di panggung politik.
Setelah Saddam tiada, kelompok mayoritas, Syiah, memperoleh kesempatan untuk tampil ke depan, merebut kekuasaan. Namun, kenyataan itu tidak bisa diterima oleh kelompok Sunni, yang minoritas dibandingkan dengan Syiah. Dari sinilah persoalan bermula. Politik Irak diwarnai persaingan tidak sehat di antara dua kelompok itu, ditambah manuver-manuver etnis Kurdi yang memanfaatkan situasi dan kondisi politik yang tidak tenang.
Rangkaian peledakan bom yang terjadi belakangan ini memberikan gambaran bahwa pemerintah Baghdad lemah, aparat keamanan—setelah ditariknya pasukan asing—belum mampu memegang kendali keamanan, dan bahwa konflik sektarian itu begitu kuat. Sepanjang tahun ini saja, serangan bom sudah menewaskan lebih dari 2.000 orang.
Faktor lain yang menyumbang suramnya masa depan Irak adalah kuatnya peran negara tetangga atas Irak. Harus diakui bahwa Iran memiliki pengaruh kuat atas pemerintah Baghdad, sebagai sesama Syiah. Memburuknya situasi di Suriah juga berpengaruh terhadap situasi di dalam negeri Irak karena terlibatnya sejumlah kelompok bersenjata di Suriah dan mengalirnya pengungsi dari Suriah ke Irak.
Pendek kata, masa depan Irak melihat kenyataan di lapangan saat ini teraba sangat lemah. Ada pekerjaan besar yang harus diselesaikan rakyat Irak sendiri, yakni membangun saling percaya antarkomponen, kekuatan politik untuk melakukan rekonsiliasi nasional. Tanpa semua itu, kita akan melihat Irak yang semakin berantakan.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000002464507
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:
Posting Komentar