Ke mana Mesir hendak melangkah? Kira-kira demikianlah pertanyaan yang mengemuka kalau kita melacak atau mengikuti perjalanan Mesir sejak Revolusi 2011; sebuah revolusi yang mengakhiri pemerintahan diktator Hosni Mubarak.
Setelah Mubarak jatuh, Mesir memberikan isyarat akan memasuki babak baru, babak demokrasi. Ada harapan ketika itu, Mesir menyelenggarakan pemilu demokratis pertama dalam sejarah negerinya. Terpilihlah presiden pertama Mesir; presiden hasil pemilu demokratis ; presiden pilihan rakyat, Muhammad Mursi.
Namun, setahun kemudian, 3 Juli 2013, Mursi disingkirkan militer yang menyatakan bertindak atas kehendak rakyat. Penyingkiran Mursi merupakan puncak ketidakpuasan rakyat terhadap presiden yang didukung Ikhwanul Muslimin (IM) ini. Sikap rakyat paling tidak terungkap dalam bentuk petisi yang menurut berita yang tersebar ditandatangani oleh 22,5 juta orang.
Tindakan militer itu ditentang, bahkan dilawan para pendukung Mursi, terutama IM dan beberapa partai pendukungnya. Bentrokan antara aparat keamanan dan para pendukung Mursi tiap kali terjadi, dimulai dengan bentrokan pada bulan Agustus yang menewaskan paling kurang 1.000 orang. Gangguan keamanan muncul di mana-mana. Bahkan, kerusuhan berbau sektarian pun terjadi di sejumlah tempat. Puncaknya, keluar keputusan pengadilan yang menyatakan pelarangan semua aktivitas IM, tetapi belakangan pelaksanaannya ditangguhkan.
Akan tetapi, keputusan itu justru memperkuat tekad para pendukung Mursi dan IM untuk terus berjuang, melawan militer. Peristiwa hari Minggu lalu menjadi salah satu contohnya. Peringatan 40 tahun kemenangan Mesir dalam perang melawan Israel berubah menjadi bentrokan dan menelan korban jiwa.
Tindakan tegas militer menghadapi para demonstran yang dianggap sebagai pengacau keamanan, bahkan teroris, memberikan gambaran bahwa militer benar-benar memegang kendali. Militer, sejak penyingkiran Mursi, memang, menjadi kekuatan dominan di Mesir. Militerlah yang menunjuk Adly Mansour sebagai presiden pengganti Mursi. Militerlah yang berdiri di belakang Pemerintah Mesir sekarang ini.
Pertanyaannya, apakah dengan demikian berakhirlah sudah proses demokratisasi di Mesir, seperti yang diperjuangkan kaum muda dalam Revolusi 2011? Demokrasi hanya bisa terwujud kalau militer kembali ke barak dan tercapai kesepakatan bersama semua partai politik serta dijunjungnya prinsip saling menghormati. Itu yang sekarang belum terbentuk di Mesir.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000002532783
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:
Posting Komentar