Indonesia memang membutuhkan investasi untuk mendorong pembangunan dan kemajuan. Namun, banyak kalangan semakin mempersoalkan dan merisaukan posisi kedaulatan bangsa dalam keleluasaan dominasi asing atas investasi. Tidak dapat dibantah Indonesia merupakan negara berdaulat, tetapi jangan-jangan hanya berdaulat secara politik. Kedaulatan dalam bidang ekonomi dan pasar semakin dipertanyakan karena cenderung didominasi asing. Indonesia, misalnya, memiliki kedaulatan mata uang, tetapi bidang perbankan didominasi asing. Sebesar 50,6 persen aset perbankan nasional dimiliki asing.
Sering disampaikan pula, Indonesia memiliki kedaulatan teritorial, tetapi kandungannya, seperti pertambangan, didominasi asing. Penguasaan asing mencapai 70 persen untuk migas, 75 persen untuk batubara, bauksit, nikel, dan timah, serta 85 persen untuk tembaga dan emas. Bukan hanya kedaulatan di perut bumi yang didominasi asing, melainkan juga di permukaan bumi. Bagaimana 40 persen dari 8,9 juta lahan sawit dikuasasi asing.
Tidak kalah mengusik penguasaan telekomunikasi oleh asing, yang berkisar 35-60 persen. Bagaimana bangsa Indonesia mempersoalkan penyadapan komunikasi oleh kekuatan luar jika telekomunikasi ikut dikendalikan asing. Di tengah terbongkarnya skandal penyadapan komunikasi oleh asing, pemerintah malah merencanakan perluasan telekomunikasi jaringan tertutup dari 49 persen menjadi 65 persen. Skala kepemilikan asing dalam wisata alam juga diperluas dari 49 persen menjadi 70 persen, sementara farmasi dari 75 persen menjadi 85 persen.
Dengan kekuatan asing yang begitu dominan, daya tawar Indonesia dikhawatirkan akan lemah. Komposisi kepemilikan yang timpang menunjukkan siapa yang lebih diuntungkan dalam proses investasi. Sekali lagi, Indonesia membutuhkan investasi, tetapi jangan sampai dominasi asing mengesankan bentuk kolonialisme baru. Liberalisasi investasi semakin merisaukan karena tidak diimbangi kesungguhan membangun kemandirian ekonomi.
Upaya penguatan kemandirian ekonomi terkesan tidak begitu jelas. Indonesia menjadi pasar menggiurkan bagi produk asing. Berbagai jenis buah-buahan, yang sebagian bisa diproduksi di Indonesia, ataupun mainan anak-anak, garam, dan ikan, misalnya, menyerbu masuk ke pasar Indonesia. Sungguh dikhawatirkan, Indonesia tanpa banyak disadari akhirnya menjadi pasar bagi produk asing, tanpa mampu mengembangkan kemandirian ekonomi.
Semua kebijakan impor ataupun investasinya seyogianya diletakkan dalam upaya membangun kemandirian dan kedaulatan bangsa dan negara dalam bidang ekonomi, tidak sekadar menawar-nawar perluang yang lebih menguntungkan korporasi asing ketimbang kepentingan jangka panjang bangsa Indonesia.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003043617
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar