Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 28 November 2013

TAJUK RENCANA: Ketegangan RI dan Australia Mereda (Kompas)

KETEGANGAN RI dan Australia mereda, Rabu (27/11), setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merespons positif surat Perdana Menteri Tony Abbott.
Presiden Yudhoyono menyatakan, Indonesia dan Australia akan segera menyusun protokol dan kode etik hubungan kedua negara untuk menjamin tidak terulangnya tindakan merugikan yang dilakukan salah satu negara. Setelah protokol dan kode etik itu terbentuk, dijalankan, dan memberikan rasa percaya, baru Indonesia bersedia melanjutkan kerja sama dengan Australia.

Respons positif Yudhoyono atas surat Abbott itu melegakan, mengingat sebelumnya ada ancaman untuk memutuskan hubungan diplomatik kedua negara. Banyak yang khawatir jika hal itu benar-benar terjadi, mengingat ada belasan ribu mahasiswa Indonesia di Australia. Tidak sedikit warga Indonesia yang bekerja di Australia. Begitu juga sebaliknya.

Surat Abbott kepada Yudhoyono itu merupakan balasan atas surat Yudhoyono yang menuntut penjelasan dan pertanggungjawaban atas penyadapan oleh Australia. Walau tidak meminta maaf secara terbuka, melalui suratnya Abbott menekankan betapa Australia menganggap penting Indonesia dan bersedia menata kembali hubungan baik dengan Indonesia.

Menurut Yudhoyono, surat balasan Abbott memiliki tiga pesan penting. Pertama, Australia ingin menjaga dan melanjutkan hubungan dengan Indonesia. Kedua, Abbott berkomitmen bahwa Australia tidak akan melakukan sesuatu di masa depan yang akan merugikan ataupun mengganggu Indonesia. Ketiga, Abbott setuju dan mendukung usul Yudhoyono agar dilakukan penataan kembali
kerja sama bilateral, termasuk pertukaran intelijen dengan menyusun protokol/kode etik yang jelas, adil, dan dipatuhi.

Kita gembira bahwa kepala pemerintahan kedua negara bersepakat bahwa hubungan baik kedua negara perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Langkah itu merupakan landasan bagi kedua negara untuk sekuat tenaga menjaga hubungan baik kedua negara di masa depan.

Namun, kita menyadari sepenuhnya bahwa kesepakatan kedua kepala pemerintahan itu adalah kesepakatan politik, masih banyak langkah lanjutan, terutama pada tingkat teknis yang masih harus ditata kembali. Pada sisi lain, kita juga sepenuhnya menyadari bahwa lembaga intelijen di kedua negara pun mempunyai kepentingannya sendiri yang tidak selalu sejalan dengan kepentingan sesaat pemerintahannya.

Itu sebabnya, kehati-hatian dalam berkomunikasi, terutama yang menyangkut masalah-masalah strategis, tetap harus dilakukan secara tersamar. Dengan demikian, kalaupun penyadapan dilakukan, pihak yang menyadap hanya memperoleh pepesan kosong.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003395874
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger