Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 29 November 2013

TAJUK RENCANA: Sulit Berharap pada KTM WTO Bali (Kompas)

SEPERTI sudah diduga, pertemuan Geneva sebagai pertemuan terakhir yang menyiapkan kerangka kesepakatan untuk KTM IX WTO Bali menemui deadlock.
Konsekuensinya, semakin sulit berharap akan ada keajaiban, berupa progres signifikan pada KTM IX Bali.

Sejumlah pihak sebelumnya skeptis KTM IX WTO di Bali akan berhasil membuat terobosan atas negosiasi Putaran Doha yang deadlock sejak 2008. Sikap itu timbul karena hingga beberapa hari sebelum KTM Bali belum ada kesepakatan terkait sejumlah isu yang menjadi ganjalan.

Isu itu di antaranya terkait subsidi pangan yang jadi ganjalan antara India dan AS. Indonesia bersama anggota WTO lain sebelumnya sudah menyiapkan Paket Bali yang diharapkan bisa disepakati di Bali. Paket yang meliputi tiga komponen—fasilitasi perdagangan, proposal perjanjian di bidang pertanian, dan paket terkait pembangunan negara terbelakang—ini diharapkan bisa membuka deadlock perundingan Putaran Doha di WTO.

Namun, dengan perkembangan terakhir di Geneva, sulit berharap terjadi keajaiban di Bali. Gagal dicapainya progres di Bali membuat kredibilitas WTO dan kepercayaan terhadap sistem perdagangan multilateral kian terpuruk.

Sebagai akibat buntunya Putaran Doha, banyak negara memilih menempuh kesepakatan perdagangan bebas (FTA) bilateral atau regional. Maraknya FTA bilateral/regional ini dikhawatirkan akan semakin membuat ruwet rezim perdagangan global dan berbenturan satu sama lain. Terus berlarutnya deadlock Putaran Doha disinyalir mengakibatkan hilangnya pula potensi peningkatan ekonomi global hingga 1 triliun dollar AS.

Sentimen di dalam negeri Indonesia sendiri tak menghendaki ada kesepakatan baru di Bali yang bisa menyeret Indonesia dalam komitmen liberalisasi pasar lebih jauh, terutama di tengah kian meningkatnya ketergantungan pada pangan impor dan kian membengkaknya defisit neraca perdagangan, termasuk pangan.

Sudah pengetahuan umum, liberalisasi yang digulirkan sejak GATT tak membuahkan manfaat merata di antara negara maju dan berkembang. Sejumlah penelitian menunjukkan, liberalisasi kebablasan justru mengakibatkan kian terjerumusnya sejumlah negara berkembang dalam kemiskinan dan ketergantungan pada negara maju. Namun, harus diakui pula, pasar yang lebih terbuka membuat banyak negara berhasil melakukan lompatan ekonomi.

Putaran negosiasi perdagangan multilateral di WTO hanya akan kembali bisa dibangkitkan jika ada take and give. Dengan ekonomi global dalam kondisi sulit saat ini, banyak negara memilih memprioritaskan kepentingan dalam negeri dan enggan memberi konsesi yang hanya akan kian melemahkan posisinya di forum global. Meski, risikonya ini berdampak negatif pada prospek pertumbuhan volume perdagangan dan ekonomi dunia. Selama itu tidak terjadi, maka sia-sia berharap ada terobosan di Bali.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003408607
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger