Dimulai dari revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menghambat pengelolaan pendidikan. Rencana itu perlu kita dukung.
Banyak permasalahan guru, termasuk guru di daerah. Permasalahan itu mulai dari keterlibatan guru dalam politik praktis, pengangkatan yang didasarkan atas kepentingan pemenangan pilkada—tingkat provinsi sampai kabupaten—dan bukan atas profesionalitas kependidikan, melainkan ketidaktahuan atau ketidakpedulian pemerintah daerah terhadap profesi guru dan tenaga kependidikan. Seloroh sinis, di daerah ada seorang kepala dinas pendidikan digantikan mantan kepala dinas pemakaman, bukan sesuatu yang mengada-ada.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan dalam sambutan peringatan Hari Guru Nasional 2013, Rabu. Guru jangan ditarik-tarik dalam kegiatan politik praktis. Berikan kesempatan guru menjalankan tugas sebaik-baiknya, jangan melibatkan mereka dalam kepentingan politik kekuasaan. Sebaliknya, guru pun diminta teguh memegang netralitas. Keterlibatan dalam politik praktis atau keterpaksaan untuk kepentingan kekuasaan, kita catat dua hal penting dan strategis menyangkut profesionalitas guru dan tenaga kependidikan.
Kesempatan dan kemungkinan itu berpotensi lebih mudah terjadi di daerah, dalam bentuk seperti pengangkatan guru atau jabatan struktural yang tidak mempertimbangkan faktor kompetensi kependidikan yang bersangkutan hingga penarikan tenaga guru dan tenaga kependidikan dalam proses kampanye menjelang pemilu.
Pelibatan guru di daerah dalam proses politik praktis di daerah perkotaan barangkali tidak sejelek di daerah, utamanya di daerah yang masih menempatkan profesi kependidikan sebagai orang kunci dan terhormat dalam masyarakat. Dengan jumlah pegawai negeri sebagian besarnya tenaga kependidikan, menangani secara benar sesuai hak mereka, satu langkah maju reformasi birokrasi di lembaga birokrasi, utamanya Kemdikbud.
Penanganan tenaga kependidikan, utamanya guru, di daerah sering terlambat. Faktor administrasi dan ketidakpedulian pemda memengaruhi kecepatan dan keterlambatan. Tersendatnya penyaluran tunjangan profesional guru di daerah pada 2008-2012 sebesar Rp 11,7 triliun, yang dilansir media belum lama ini, contoh lain ketidakpedulian penghormatan bagi pemegang profesi keguruan.
Saran kita, jangan selesai dengan akan atau rencana. Butuh langkah terjadwal dan targetnya. Kalau kunci penghambat ada di UU, langkah pertama bereskan aturannya. Menangani permasalahan guru yang nyaris klasik perlu keluar dari pola pikir business as usual atau kata kunci teknisnya out of the box, bagian dari mendesaknya dilakukan reformasi birokrasi, utamanya di Kemdikbud.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000003406626
Powered by Telkomsel BlackBerry®
terima kasih...
BalasHapus