Ketua Komisi Pemilu Thailand Supachai Phucharoen mengumumkan, pemungutan suara telah dilaksanakan di 83.813 dari 93.532 tempat pemungutan suara. Dengan kata lain, ada pemungutan suara yang batal di 9.719 TPS. Di ibu kota Thailand, Bangkok, sebanyak 488 dari 6.600 TPS ditutup karena ketiadaan staf untuk melakukan pemungutan suara.
Total jumlah pemilih Thailand yang terdaftar lebih dari 48 juta orang dan di Bangkok saja diperkirakan 6 juta pemilih tidak, atau tidak dapat, memberikan suaranya. Hingga Minggu sore, belum ada hasil sementara yang diungkapkan oleh Komisi Pemilu Thailand.
Pemerintahan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra berharap pemilu 2 Februari kemarin dapat menyelesaikan kemelut yang melanda Thailand akhir-akhir ini. Itu sebabnya, pemerintah berusaha sekuat tenaga agar pemilu dapat dilaksanakan. Kepolisian Thailand menyebutkan, lebih dari 100.000 personel polisi diturunkan untuk mengamankan pelaksanaan pemilu. Bukan itu saja, bahkan militer pun menurunkan 5.000 tentara di Bangkok untuk meningkatkan keamanan.
Upaya kelompok anti-pemerintah untuk membatalkan pelaksanaan pemilu, dengan mengadakan aksi turun ke jalan dalam tiga bulan terakhir, dan pada saat terakhir menghambat pengiriman kotak suara, tampaknya tidak memberikan hasil seperti yang diinginkan. Pemungutan suara tetap berlangsung di sebagian besar TPS.
Aksi boikot dan kekerasan yang dilakukan kelompok anti-pemerintah memang membuat banyak anggota staf pemungutan suara tidak datang ke TPS, tetapi itu tidak mengurangi keinginan warga memberikan suara. Beberapa pemilih marah karena TPS di wilayah mereka tutup.
"Kami memiliki hak untuk memilih. Kalian tidak mempunyai hak untuk mengambil itu dari kami," ujar seorang perempuan pemilih berusia 51 tahun. Sebaliknya, salah seorang pemrotes mengatakan, "Saya mengerti mereka marah karena hak pilihnya kami ambil. Tapi, bagaimana dengan hak kami untuk didengar?"
Yingluck, di bawah penjagaan ketat, memberikan suaranya. Di kemeriahan sambutan pendukungnya, Yingluck mengatakan, "Saya mengundang rakyat Thailand memberikan suara untuk mempertahankan demokrasi." Sementara itu, pemimpin oposisi Abhisit Vejjajiva, Ketua Partai Demokrat, memilih memboikot.
Pemilu telah dilaksanakan, tetapi kita masih harus menunggu hasilnya, akankah menyelesaikan masalah atau tidak. Namun, kita gembira rakyat Thailand lebih memilih demokrasi parlementer ketimbang demokrasi jalanan.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004531725
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar