Memang, tidak mudah menjawab pertanyaan tersebut. Namun, dari perkembangan situasi di lapangan yang kita pantau dan ikuti lewat berbagai media, tergambar jelas bahwa kondisi Suriah yang sudah tiga tahun dibelit peperangan semakin buruk, nyaris tak berpengharapan.
Kita katakan semakin buruk karena memang banyak faktor yang memberikan sumbangan sampai muncul situasi dan kondisi seperti itu. Hingga saat ini, di ujung lorong gelap peperangan, belum terlihat bahkan setitik cahaya yang akan menuntun ke perdamaian. Usaha untuk mengakhiri perang lewat jalan politik, lewat jalan diplomasi—dengan dua kali diselenggarakan perundingan perdamaian di Geneva, Swiss—tidak memberikan hasil.
Ada berbagai sebab mengapa perundingan damai di Geneva dengan berat hati kita katakan gagal. Di Geneva tidak terjadi pertemuan antara keinginan rezim yang berkuasa di bawah pimpinan Presiden Bashar al-Assad dan kekuatan oposisi. Terlihat jelas bahwa Bashar tidak bisa disingkirkan melalui kekuatan. Sementara itu, kelompok oposisi secara tegas menyatakan tidak tertarik untuk berunding selama dalam pembicaraan tidak dibahas tentang penyingkiran Bashar dari puncak kekuasaan.
Bagaimana mungkin tercipta dialog kalau kedua pihak tidak bisa bertemu, atau sekurang-kurangnya secara bersama-sama menaruh keinginan dan tuntutan mereka di atas meja dalam satu ruangan yang sama? Itulah yang terjadi sekarang ini sehingga akibatnya sangat jelas: perang menjadi semakin tidak keruan.
Jumlah korban tewas pun terus bertambah. Ada yang memperkirakan sudah mencapai 150.000 orang. Diperkirakan paling sedikit 11.000 anak tewas. Jutaan orang terpaksa mengungsi, baik berpindah-pindah di dalam negeri maupun terpaksa pergi ke negara tetangga. Korban luka juga demikian banyak. Jutaan pengungsi itu kekurangan pangan.
Idealnya, memang, penyelesaian krisis Suriah ada di tangan rakyat Suriah sendiri. Akan tetapi, rasanya hal tersebut sekarang sulit sekali terjadi. Perang di Suriah sudah menjadi perang yang evolutif: berubah, berkembang dari demonstrasi menuntut keadilan menjadi perang saudara, lalu menjadi perang sektarian, dan bahkan sekarang menjadi semacam proxy war. Banyak yang terlibat dalam perang di Suriah. Mereka membawa kepentingan masing-masing yang bertabrakan.
Karena itu, tidak berlebihan kalau kita katakan bahwa krisis di Suriah sudah terjebak dalam lingkaran setan yang, untuk saat ini, sulit diurai. Tak jelas ke mana Suriah pada akhirnya melangkah: akankah menjadi negara yang terpecah belah, atau bisa bertahan seperti sekarang?
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005409311
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar