Hampir tidak terbayang, golongan Fatah yang moderat dan Hamas yang radikal bisa berekonsiliasi. Di luar dugaan, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dari Fatah, Rabu, 23 April lalu, mencapai kesepakatan rekonsiliasi dengan kelompok Hamas.
Entah bagaimana prosesnya, kedua kubu yang bertikai itu tiba-tiba bersepakat, antara lain, membentuk pemerintahan teknokrat selambat-lambatnya lima pekan mendatang serta menyelenggarakan pemilihan presiden dan anggota parlemen akhir 2014.
Tidak kurang dari Israel dan Amerika Serikat, yang selalu terusik dengan kiprah Hamas yang cenderung mengobarkan perlawanan senjata, dibuat terkejut atas kesepakatan Fatah-Hamas. Reaksi serupa diekspresikan Mesir, Arab Saudi, Qatar, Yaman, Senegal, dan Turki yang selama ini menjadi mediator, tetapi gagal mendorong rekonsiliasi Fatah-Hamas.
Tentu menjadi pertanyaan, mengapa Fatah dan Hamas tiba-tiba bersepakat berekonsiliasi setelah memperlihatkan sikap menolak sejak 2007. Tidak habis pikir, mengapa Fatah dan Hamas yang saling mendiskreditkan bisa melakukan rujuk. Mungkin banyak faktor yang memengaruhi perubahan hubungan Fatah-Hamas, tetapi faktor penentu tampaknya terletak pada kepemimpinan Presiden Abbas yang mampu melakukan persuasi.
Sebagai pemimpin, Abbas tampaknya mampu mengajak serta meyakinkan Fatah dan Hamas melakukan rekonsiliasi untuk kepentingan perjuangan bangsa Palestina. Sudah terbukti perpecahan di kalangan bangsa Palestina hanya melemahkan semangat perjuangan.
Perlu dikemukakan, masalah perpecahan merupakan salah satu tantangan terberat bagi bangsa Palestina dalam menggalang perjuangan membentuk negara merdeka di tanah airnya sendiri. Bangsa Palestina terpecah-pecah ke dalam beberapa kubu perjuangan. Dampak polarisasi itu terlihat jelas dalam pertikaian antara Fatah dan Hamas sekitar satu dasawarsa terakhir. Kelompok Fatah menekankan penyelesaian melalui perundingan damai, sementara Hamas mengutamakan perjuangan bersenjata.
Tentu saja tetap ada yang skeptis atas pelaksanaan kesepakatan rekonsiliasi Fatah-Hamas. Terlepas dari kemungkinan kegagalan, kesepakatan rekonsiliasi sendiri merupakan suatu pencapaian dalam upaya menyatukan perjuangan bangsa Palestina yang rawan perpecahan.
Sangatlah diharapkan kesepakatan rekonsiliasi tidak disia-siakan, tetapi benar-benar diwujudkan sebagai bagian upaya mendorong kekompakan di kalangan bangsa Palestina dalam mengakhiri konflik dengan Israel yang sudah berlangsung ratusan tahun, terutama 100 tahun terakhir.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006319202
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar