Kalangan organisasi serikat pekerja sudah merencanakan mengerahkan ribuan anggotanya dalam aksi demonstrasi untuk menyuarakan berbagai tuntutan. Harapan kita, perayaan ini bisa berlangsung tertib dan aksi anarkistis yang meresahkan masyarakat tak lagi terjadi.
Seperti sebelumnya, perayaan Hari Buruh masih diwarnai keprihatinan besar terkait dengan kondisi hubungan industrial yang belum sepenuhnya kondusif dan masih banyaknya kasus kekerasan yang mencederai rasa kemanusiaan pada buruh kita di dalam dan luar negeri.
Hari Buruh selayaknya kita jadikan momentum untuk mengakhiri kemelut perburuhan yang menghalangi kita maju. Tuntutan buruh yang belum banyak beranjak dari sebelumnya, kenaikan upah minimum, penghapusan sistem alih daya, dan perlindungan pekerja, jadi gambaran bahwa belum ada pemahaman yang sama untuk menyelesaikan isu alot krusial tanpa melupakan konteks makro situasi domestik dan tuntutan global.
Kita melihat masih tingginya rasa saling curiga. Di kalangan buruh masih ada anggapan pemerintah berkonspirasi dengan pelaku usaha untuk menekan buruh. Keberadaan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dianggap macan ompong karena adanya pembiaran dan penerbitan aturan oleh pemerintah yang justru bertentangan dengan semangat UU itu sendiri.
Di sebagian kalangan dunia usaha, buruh diposisikan sebagai musuh terbesar karena aksi anarkistis dan tuntutan mereka dianggap faktor yang mengancam kesinambungan perusahaan. Sementara pemerintah sendiri sering kali tak berdaya dan kurang aktif menjembatani dua kepentingan serta menciptakan situasi kondusif agar kepentingan pencari kerja dan pemberi kerja tak bertabrakan.
Akibatnya, muncul kesan seolah ada trade off antara kesejahteraan buruh dan pertumbuhan/daya saing perusahaan. Kita tak ingin gelombang pemutusan hubungan kerja dan hengkangnya sejumlah perusahaan akibat konflik perburuhan terus terulang karena akhirnya yang dirugikan buruh dan industri juga. Di sinilah penyamaan persepsi dan take and give diperlukan. Peran para pemimpin buruh penting untuk ikut menjaga kepentingan buruh dan perusahaan bisa berjalan beriringan. Sebaliknya, perusahaan dan pemerintah tak bisa lepas tangan dari tanggung jawab meningkatkan produktivitas dan keterampilan buruh.
Langkah mengorbankan upah buruh untuk menjaga daya saing bisa dihindari jika pemerintah mengerjakan pekerjaan rumah meringankan beban dunia usaha, seperti ekonomi biaya tinggi, pungli, dan birokrasi berbelit-belit.
Kita juga tak boleh lupa, tantangan lebih besar ke depan, termasuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, ketika hampir semua sekat pasar dibuka. Kita tak ingin ekonomi dan buruh kita kian termarjinalkan karena semua pihak terjebak oleh ego masing-masing.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006349280
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar