Lembaga yang melakukan hitung cepat berpartisipasi untuk mengawal proses demokrasi. Pemilu 9 April dan Pemilu Presiden 9 Juli 2014 adalah tahap akhir dari proses konsolidasi demokrasi Indonesia. Sejumlah ilmuwan politik menyebutkan, sebuah negara masuk dalam kategori negara yang matang demokrasinya adalah ketika negara tersebut mampu melakukan sirkulasi kekuasaan secara damai melalui jalur demokrasi.
Meski hasil penghitungan cepat bukan hasil resmi pemilu, melalui hitung cepat yang mengandalkan ilmu statistik dan teknologi komunikasi, pada sore hari masyarakat sudah mendapat gambaran hasil pemilu. Hasil resmi Pemilu 9 April secara nasional baru ditetapkan Komisi Pemilihan Umum pada 6-7 Mei 2014. Hampir satu bulan setelah pemungutan suara. Setelah penetapan suara hasil pemilu, masih ada waktu penyelesaian sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi. Hasil pemilu legislatif menentukan parpol atau gabungan parpol mana saja yang berhak mengusung calon presiden ataupun calon wapres.
Ikut serta dalam pemilu adalah hak asasi manusia, termasuk mengetahui hasil pemilu. Melaksanakan hitung cepat pemilu adalah bagian dari hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan pemilu seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Semua pihak berkepentingan hasil pemilu dapat diketahui agar langkah politik juga bisa diambil untuk persiapan Pemilu Presiden 9 Juli 2014.
Publikasi hitung cepat baru bisa dilakukan setelah pukul 15.00 WIB atau dua jam setelah TPS di Indonesia barat tutup. Pada saat hasil hitung cepat boleh dipublikasikan, di Indonesia bagian timur sudah pukul 17.00. Sejumlah lembaga survei mempertanyakan argumentasi pembatasan waktu tersebut. Mereka juga sedang menguji pasal dalam UU Pemilu itu ke Mahkamah Konstitusi.
Banyaknya lembaga yang melakukan hitung cepat adalah perkembangan menarik. Masyarakat juga harus siap mengantisipasi hasil hitung cepat tersebut sambil menunggu hasil resmi dari KPU. Hitung cepat dilaksanakan selain sebagai pembanding hasil KPU, juga karena lambannya penghitungan suara berjenjang yang memakan waktu sekitar satu bulan.
Di masa mendatang, seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi dan kesiapan masyarakat, bangsa Indonesia perlu mempertimbangkan sistem e-voting. MK, dalam putusannya No 147/2009, saat menguji Pasal 88 UU No 32/2004 menyebutkan, pasal tentang "mencoblos" dalam pemilu adalah konstitusional secara bersyarat sepanjang kata mencoblos dimaknai juga sebagai penggunaan metode e-voting. Dengan demokrasi yang kian matang dan teknologi yang kian maju, pada saatnya bangsa Indonesia perlu melakukan pemilu dengan metode e-voting yang hasilnya bisa lebih cepat diketahui.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005790777
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar