Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 21 Juni 2014

TAJUK RENCANA: Pengetatan dan Ekonomi Eropa (Kompas)

PERGESERAN kebijakan tampaknya akan terjadi di Eropa dengan mulai munculnya dukungan ke arah pelonggaran fiskal guna mendorong pertumbuhan.
Efektivitas kebijakan pengetatan anggaran (austerity) yang diterapkan di Eropa tiga tahun terakhir kembali dipertanyakan, terutama dengan kondisi ekonomi zona euro yang tak segera bergerak sebagaimana diharapkan.

Bahkan, Jerman sebagai pengampanye kebijakan austerity, melalui menteri ekonominya, mulai menyuarakan pentingnya perubahan pendekatan kebijakan. Momentum ke arah pelonggaran fiskal juga mulai terbuka dengan du- kungan yang disuarakan kubu sosialis di Parlemen Eropa.

PM Italia Matteo Renzi yang negaranya akan mendapat giliran memimpin Uni Eropa (UE), bulan depan, juga mendukung pelonggaran kebijakan fiskal di Eropa. Bukan tak mungkin pertemuan para menkeu UE di Luksemburg, minggu ini, akan menghasilkan keputusan ke arah sana.

Seperti di Indonesia pada krisis 1997-1998, sejak awal muncul perdebatan mengenai apakah untuk mengatasi krisis ekonomi Eropa yang dibutuhkan pengetatan fiskal atau stimulus. Austerity, yang dimaknai sebagai kebijakan pemangkasan belanja negara dibarengi kenaikan pajak dalam rangka menekan defisit anggaran, dianggap sebagian kalangan hanya akan memperburuk krisis Eropa yang persoalan utamanya adalah krisis utang dan perbankan.

Penganut Keynesian meyakini, krisis ekonomi hanya bisa diatasi dengan menggelontorkan stimulus fiskal dengan menggenjot belanja negara untuk menggerakkan ekonomi.

Jerman, yang merupakan perekonomian terkuat zona euro, menentang penggunaan stimulus karena stimulus fiskal hanya bisa dilakukan dengan cara menambah utang. Mengatasi krisis utang dengan menambah utang hanya akan kian memperparah krisis utang Eropa.

Kebijakan austerity sendiri sekaligus dimaksudkan untuk mendisiplinkan negara anggota yang selama ini serampangan dalam belanja anggaran, sebagaimana tecermin dari pembengkakan defisit yang dibiayai dengan utang.

Dari 28 negara UE, hanya Jerman yang defisit anggarannya di bawah 3 persen, seperti disyaratkan UE. Negara lain, termasuk Perancis dan Italia (perekonomian kedua dan ketiga terbesar), jauh di atas 3 persen.

Setelah enam tahun berjuang keluar dari krisis ekonomi, stabilitas finansial memang mulai terlihat di zona euro. Namun, perekonomian secara riil, sebagaimana digambarkan oleh pertumbuhan dan pengangguran, masih tertekan.

Pertumbuhan secara keseluruhan di 18 negara pengguna euro memang mulai positif awal 2013. Namun, pergerakan ini tak cukup kuat, di bawah 1 persen. Bahkan, belum ada kesepakatan apakah ekonomi kawasan ini telah keluar dari resesi, mengingat beberapa negara anggota masih resesi.

Arah kebijakan UE ke depan akan bergantung pada bagaimana para pemimpin Eropa melihat situasi ekonomi saat ini dan sejauh mana kebijakan yang sudah ditempuh dapat memperbaiki fundamental perekonomian kawasan.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007362075
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger