Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 16 Juni 2014

TAJUK RENCANA: Tuntutan Tatanan Ekonomi Adil (Kompas)

PERSOALAN kesenjangan ekonomi dunia kembali diangkat oleh negara-negara Grup 77 pada pertemuan puncak akhir pekan lalu di Bolivia, Amerika Latin.
Para pemimpin G-77, yang mewakili dunia berkembang, mendesak pembentukan tatanan ekonomi dunia baru yang lebih seimbang dan adil. Ketimpangan ekonomi global dinilai tidak mengecil, tetapi justru cenderung melebar.

Desakan pembentukan tatanan ekonomi dunia yang adil merupakan agenda tetap G-77 sejak dibentuk 15 Juni 1967 oleh kelompok negara berkembang di PBB. Bahkan, tuntutan tatanan ekonomi dunia yang adil merupakan dasar rasionalitas keberadaan G-77.

Setelah 47 tahun berlalu, perjuangan G-77 semakin berat dalam menyuarakan kepentingan negara-negara anggota yang mencakup sekitar dua pertiga negara di dunia. Meski nama G-77 dipertahankan sesuai dengan jumlah negara penanda tangan sebagai pendiri, keanggotaannya kini mencapai 133 negara.

Gaung pertemuan G-77 di Santa Cruz de la Sierra, Bolivia, tampak sangat terbatas, bukan karena tenggelam oleh pesta Piala Dunia di Brasil, melainkan lebih karena persoalan citra dan kinerjanya yang kedodoran. Pertemuan puncak di Santa Cruz, antara lain, dihadiri Sekjen PBB Ban Ki-moon dan sekitar 30 kepala negara. Juga hadir perwakilan Tiongkok yang tidak termasuk anggota G-77.

Sejauh ini G-77 selalu melontarkan kritik tentang ketimpangan ekonomi dunia sebagai kenyataan yang menyakitkan. Negara-negara maju menikmati kesejahteraan, sementara negara-negara berkembang terus bergulat dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Negara-negara berkembang umumnya bekas jajahan yang belum mampu melepaskan diri dari dampak era kolonial.

Juga perlu dikemukakan, negara-negara berkembang tidak mampu menata diri. Para pemimpin negara-negara berkembang umumnya korup, yang membuat proses pembangunan tidak melangkah maju. Kesenjangan ekonomi dalam setiap negara berkembang tergolong luar biasa. Sekelompok orang yang memiliki privilese mempertahankan gaya hidup mewah, antara lain, dengan mengeksploitasi lingkungan. Kekayaan bagi segelintir orang berarti kemiskinan bagi yang lain.

Atas dasar itu, tuntutan tatanan ekonomi dunia yang lebih adil sama seriusnya dengan tuntutan pembangunan yang adil di setiap negara berkembang. Namun, posisi negara berkembang semakin terjepit oleh ketimpangan ekonomi dunia, antara lain karena negara-negara maju menekankan perdagangan bebas, free trade, sementara negara-negara berkembang menekankan perdagangan adil, fair trade. Standardisasi tinggi atas produk perdagangan yang ditetapkan secara sepihak oleh negara-negara maju membuat negara-negara berkembang kalah bersaing dalam sistem perdagangan yang memang tidak adil itu.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007252968
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger