Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan sebagai emerging economy bersepakat mengumpulkan modal hingga 100 milliar dollar AS dengan 50 miliar dollar AS pertama ditanggung merata oleh kelima anggota BRICS.
Bank Pembangunan Baru (NDB) juga membangun dana cadangan untuk menghadapi krisis mata uang. Tiongkok menyediakan 41 miliar dollar AS, Afrika Selatan 5 miliar dollar AS, dan tiga negara lain masing-masing 18 miliar dollar AS sehingga total menjadi 100 miliar dollar AS.
Meskipun masih membutuhkan persetujuan lembaga legislatif tiap negara, NDB menyimbolkan upaya melepaskan diri dari ketergantungan pendanaan pembangunan pada Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). Bank Dunia, IMF, Amerika Serikat, dan segelintir sekutunya di Barat membuat hampir semua keputusan, sementara mayoritas negara di dunia tidak memiliki suara.
Akronim BRIC ditemukan Jim O'Neill, ekonom Goldman Sachs, pada tahun 2001 yang menganalisis bahwa Brasil, Rusia, India, bersama Tiongkok akan menjadi kekuatan ekonomi dunia. Keempatnya sejak tahun 2009 rutin mengadakan pertemuan. BRIC mengundang Afrika Selatan bergabung pada 2010 karena kekayaan alamnya dan sebagai pintu gerbang ke Benua Afrika.
BRICS menyimbolkan kekuatan ekonomi dan politik negara-negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. Kelima negara tersebut menyumbang sekitar 20 persen produk domestik bruto (PDB) dunia, luas wilayahnya 26 persen wilayah dunia dengan besar penduduk 40 persen populasi dunia.
Pada tahun 2011 O'Neill membuat pengelompokan 11 negara yang diperkirakan dapat mengikuti jejak BRICS. Di kelompok Next-11 atau N-11 tersebut, Indonesia, Korea Selatan, Meksiko, dan Turki dianggap mampu mengelola utang pemerintah dan defisit transaksi berjalan, memiliki jaringan perdagangan yang sehat, dan kelas menengah bertumbuh cepat.
Bank Dunia Mei lalu memasukkan ekonomi Indonesia pada peringkat ke-10 dunia setelah AS, Tiongkok, India, Jepang, Jerman, Rusia, Brasil, Perancis, dan Inggris.
Meskipun demikian, Indonesia menghadapi tantangan besar. Transformasi ekonomi dari ketergantungan pada ekspor komoditas menuju manufaktur belum berjalan baik. Lebih separuh pertumbuhan ekonomi masih bergantung pada konsumsi masyarakat yang sebagian besar dipasok impor. Lapangan kerja didominasi sektor informal dengan tingkat pendidikan lebih separuh tenaga kerja adalah sekolah dasar atau kurang. Siapa pun presiden yang dipilih rakyat, inilah tantangan yang harus dicarikan solusinya.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007903233
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar