Usaha apa yang belum ditempuh untuk menyelesaikan konflik Israel dan Palestina: segala cara sudah ditempuh. Mulai dari teknik tradisional resolusi konflik—dengan menggunakan rekayasa, mekanistik, pendekatan-pendekatan isolasi—hingga cara-cara modern penyelesaian masalah (problem solving), semuanya tidak mampu menyelesaikan konflik kedua negara. Yang kita saksikan malahan adalah keyakinan, nilai-nilai, dan perilaku pihak-pihak yang berkonflik dipertaruhkan.
Sedikit saja terjadi gesekan, atau salah paham, selalu memunculkan konflik berdarah. Masing-masing seakan memegang teguh prinsip "mata ganti mata", prinsip balas dendam. Teguhnya prinsip ini pada akhirnya melahirkan lingkaran balas dendam yang tiada ujung.
Peristiwa terakhir membuktikan hal itu. Hilang dan tewasnya tiga remaja Yahudi dibalas dengan pembunuhan seorang remaja Palestina. Tembakan rudal dari Gaza ke wilayah Israel dibalas Israel dengan gempuran pesawat tempur ke wilayah Gaza.
Mengapa kedua belah pihak tidak mampu menahan diri? Pada dasarnya—jawaban dari pertanyaan itu—tidak ada saling percaya di antara kedua belah pihak. Tidak ada trust! Bagaimana mungkin rumah perdamaian bisa dibangun dan ditegakkan kalau tidak ada sikap saling percaya di antara para pembangun rumah perdamaian itu? Bagaimana mungkin perundingan bisa diselenggarakan kalau di antara para perunding tidak saling percaya? Bagaimana mungkin ada dialog kalau tidak ada saling percaya di antara mereka yang terlibat dalam dialog?
Bukankah perdamaian hanya dapat dibangun kalau sekurang-kurangnya ada dua hal pokok: saling menghormati dan saling memercayai. Tanpa keduanya, perdamaian tidak bakal tercipta, terbangun. Apakah di antara elite, baik Israel maupun Palestina, tumbuh saling menghormati dan saling memercayai itu? Kalau kita lihat selalu runtuhnya perundingan perdamaian dan kesepakatan perdamaian, dengan mudah dapat dikatakan bahwa para elite kedua belah pihak tidak memiliki sikap saling menghormati dan memercayai itu.
Adalah sebuah kenyataan bahwa Israel dan Palestina hidup berdampingan dan bertetangga. Rakyat kedua belah pihak saling berhubungan. Namun, mengapa seakan-akan kedua belah pihak menutup mata terhadap kenyataan tersebut. Sudah saatnya kedua belah pihak mengubah cara pandang dan sikap hidup mereka. Harus berani meminta maaf dan memaafkan. Kemudian, saling mengakui keberadaan tetangga, saling menerima, dan membangun hubungan. Jika tidak demikian, perdamaian sangat sulit diwujudkan.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007667971
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:
Posting Komentar