Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 14 Agustus 2014

TAJUK RENCANA: Jangan Korbankan Rakyat (Kompas)

ANCAMAN pemadaman listrik kembali terjadi di sejumlah wilayah di Tanah Air akibat ancaman penghentian pasokan solar oleh Pertamina ke PLN.
Ancaman pemadaman kali ini bukan hanya menimpa Sumatera, melainkan juga Papua, bahkan bukan tak mungkin wilayah lain mengingat 91 persen pembangkit PLN saat ini adalah pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang berbahan bakar solar dan pasokannya sebagian besar dari Pertamina. Akibat pemadaman, bukan hanya rakyat yang dirugikan, melainkan juga perekonomian wilayah.

Ancaman pemadaman dipicu belum adanya titik temu terkait harga jual-beli solar dari Pertamina ke PLN. Meski harga solar untuk semester II-2014 berhasil disepakati, kedua BUMN belum bersepakat terkait tuntutan Pertamina untuk memberlakukan harga terhitung sejak Januari 2013. Harga dimaksud adalah sebesar harga patokan minyak di Singapura (MoPS) plus 9,5 persen atau plus 11 persen, tergantung wilayahnya.

Pertamina mengaku merugi 45 juta dollar AS semester I-2014 karena menjual solar tidak pada harga keekonomian ke PLN. Sebelumnya, kedua BUMN sebenarnya telah menyepakati harga sesuai perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Namun, dalam perjalanannya PLN sulit memenuhi karena terkait dengan anggaran subsidi yang ditetapkan pemerintah.

Akibat tak adanya titik temu, Pertamina mengancam memangkas pasokan solar ke PLN hingga 50 persen. Ini bisa berakibat pemadaman di sebagian wilayah Indonesia, terutama yang mengandalkan listriknya pada PLTD.

Ini bukan pertama kalinya sejumlah wilayah terancam gelap akibat sengketa PLN-Pertamina, baik terkait harga jual-beli solar maupun utang-piutang. Saling sandera di antara kedua BUMN dalam 10 tahun terakhir juga terjadi akibat keterlambatan pemerintah mencairkan anggaran subsidi untuk keduanya sehingga kedua BUMN strategis pengemban PSO ini kesulitan beroperasi.

Kalkulasi bisnis/ekonomi dan ego sektoral jangan sampai mengorbankan kepentingan publik dan perekonomian. Kedua BUMN harus duduk bersama dengan pemangku kepentingan lain seperti Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN.

Penyelesaian tak bisa hanya diserahkan kepada kedua BUMN karena ini juga menyangkut subsidi yang jadi bagian pemerintah. Sesuai UU Nomor 30 Tahun 2009, kelistrikan bukan hanya tanggung jawab kedua BUMN. Ke depan harus ditemukan formula yang saling menguntungkan keduanya, tanpa merugikan kepentingan publik.

Di luar itu, kasus ini juga gambaran persoalan lebih besar, yakni krisis listrik dan energi di Tanah Air yang tidak kunjung teratasi. Penyebabnya, ketergantungan yang sangat besar pada bahan bakar fosil dan lambannya realisasi diversifikasi energi dibandingkan dengan tuntutan kebutuhan akan energi nasional. Kondisi ini juga diperburuk kurangnya pembangkit dan transmisi atau sudah uzurnya pembangkit, belum saling terinterkoneksinya jaringan yang ada, serta buruknya koordinasi antarpihak.

Percepatan diversifikasi energi sudah tak bisa ditawar-tawar lagi karena kelangsungan ekonomi taruhannya.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008296578
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger