Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 18 September 2014

TAJUK RENCANA Jurus Baru Eropa Atasi Krisis (Kompas)

ENAM tahun pergulatan zona euro keluar dari krisis belum juga mampu mengembalikan kawasan ini ke zona pertumbuhan positif yang solid.
Laporan terakhir menunjukkan, zona euro justru dalam kondisi semakin kritis. Dalam upaya mencegah perekonomian kian terpuruk, awal bulan ini Bank Sentral Eropa (ECB) meluncurkan kebijakan stimulus baru. Bentuknya, penurunan suku bunga dan menggenjot kredit ke sektor dunia usaha melalui pembelian surat utang swasta.

Lewat kombinasi kebijakan ini, ECB dinilai praktis mengikuti jejak AS menerapkan quantitative easing (QE). Bedanya, dalam kasus zona euro, QE dilakukan dengan membeli obligasi swasta, bukan obligasi pemerintah. Dengan pembelian obligasi swasta, risiko gagal bayar obligasi yang sebelumnya di sektor korporasi, diambil alih ECB.

Langkah ini ditempuh agar perbankan bersedia mengucurkan lebih banyak kredit ke dunia usaha dan rumah tangga guna menggerakkan ekonomi. Nilai obligasi yang layak beli oleh ECB, menurut Morgan Stanley, mencapai 690 miliar euro, dengan 15 persen di antaranya diharapkan bisa diserap ECB begitu program dimulai Oktober 2014.

Langkah ini sekaligus menandai perubahan besar arah kebijakan Eropa dalam penanganan krisis, dari yang sebelumnya ke arah pengetatan ikat pinggang, menjadi stimulus dengan memperlonggar sisi moneter.

Penurunan suku bunga terakhir menyebabkan suku bunga pinjaman bank sentral ke bank-bank mendekati
0 persen, yakni 0,05 persen. Lewat program yang disebut targeted long-term refinancing operation, ECB diperkirakan bakal menggelontorkan hingga 650 miliar euro ke perbankan di 18 negara zona euro dengan bunga mendekati
0 persen. Dana yang membanjiri perbankan ini kemudian diharapkan digelontorkan ke sektor usaha kecil dan menengah di negara-negara zona euro.

Kebijakan baru ini diluncurkan di tengah spekulasi bahwa ECB mulai kehabisan amunisi untuk mencegah zona euro meluncur ke dalam spiral deflasi dan kontraksi ekonomi. Perubahan frontal kebijakan ini sekaligus menegaskan seriusnya kondisi zona euro.

ECB dipaksa mengambil langkah kebijakan stimulatif lebih jauh, guna menghindari risiko inflasi rendah yang berkepanjangan berubah menjadi deflasi menyusul keluarnya beragam proyeksi suram ekonomi. Statistik terbaru Eurostat menunjukkan kembali stagnannya pertumbuhan triwulan kedua perekonomian.

ECB juga memangkas prediksi pertumbuhan zona euro 2014 dan 2015. OECD menuding lambannya pemulihan zona euro sebagai penghambat pertumbuhan global. Zona euro diperkirakan hanya tumbuh 0,8 persen 2014, turun dari prediksi Mei yang 1,2 persen. Dengan kondisi ini, ECB tak mau menunggu hingga kebijakan untuk mencegah stagnasi ekonomi yang ditempuh sebelumnya, bekerja.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008944641
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger