Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 27 September 2014

TAJUK RENCANA Langkah Mundur Demokrasi (Kompas)

DEMOKRASI Indonesia akhirnya ditarik mundur oleh elite politik. Partisipasi politik rakyat memilih pemimpin daerah diambil alih oleh DPRD.
Rapat Paripurna DPR, Jumat dini hari, memutuskan mengubah sistem pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat menjadi pemilihan oleh DPRD. Setelah Fraksi Demokrat menyatakan walk out dari rapat paripurna, voting berlangsung mulus. Kekuatan politik yang ingin mengembalikan pemilihan kepala daerah oleh DPRD memenangi voting. Sistem pemilihan kepala daerah kembali ke zaman Orde Baru.

Sistem pilkada langsung diadopsi pertama kali dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri pada 15 Oktober 2004. Pilkada langsung adalah salah satu keberhasilan reformasi 1998 saat gerakan rakyat bisa merebut hak politik rakyat untuk memilih pemimpin daerah. Kini, hak rakyat itu telah dicabut DPR yang masa jabatannya tinggal empat hari lagi.

Pidato Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang mendukung pilkada langsung, dan sempat dipuji banyak kalangan, ternyata hanya sebuah pidato. Pada momen penting, menjelang pengambilan keputusan, Fraksi Demokrat yang didukung Fraksi PDI-P, Hanura, dan PKB malah walk out. Kegagalan Demokrat dan pemerintahan Presiden Yudhoyono serta sejumlah partai politik mengawal partisipasi politik rakyat mengundang kritik dan kecaman. Kecaman dalam bahasa keras muncul di media sosial. Isu pilkada menjadi topik tren dunia.

Selama sepuluh tahun berkuasa, 20 Oktober 2004-20 Oktober 2014, Presiden Yudhoyono memimpin dalam sistem presidensial simetris, yakni dari presiden hingga bupati/wali kota dipilih langsung rakyat. Namun, dengan disetujuinya pilkada tak langsung, presiden terpilih Joko Widoso-Jusuf Kalla akan mewarisi sistem presidensial yang asimetris. Presiden dipilih langsung, sementara gubernur, bupati, dan wali kota dipilih DPRD.

Presiden Yudhoyono yang sedang berada di luar negeri mengaku kecewa dengan disetujuinya pilkada oleh DPRD. Namun, publik menganggap disetujuinya pilkada oleh DPRD adalah langkah mundur demokrasi dan itu terjadi pada masa akhir pemerintahan Yudhoyono. Drama politik Jumat dini hari semata-mata mempertontonkan wajah perburuan kekuasaan yang menegasikan hak rakyat.

Pilkada oleh DPRD menimbulkan ketidaksinkronan undang-undang karena dalam UU Lembaga Perwakilan (MD3) tak diatur kewenangan DPRD memilih pimpinan daerah. Pilkada DPRD juga menegasikan peran KPUD dan Bawasda yang diatur dalam UU Penyelenggara Pemilu.

Kegeraman publik bisa dipahami. Kita dorong Presiden Yudhoyono mau mengambil langkah terakhir menyelamatkan partisipasi politik rakyat. Jika langkah itu tidak dilakukan, biarlah rakyat, warga negara pembayar pajak, mencari keadilan ke Mahkamah Konstitusi untuk memperjuangkan sendiri hak mereka yang diambil DPR.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009118773
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger