Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 30 September 2014

TAJUK RENCANA: Menanti Langkah Konkret (Kompas)

KEGERAMAN publik atas walk out-nya 124 anggota Partai Demokrat belum reda. Ekspresi kegeraman dalam bahasa keras bisa dilihat di media sosial.
Kegeraman publik itu dialamatkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Umum Partai Demokrat. Dengan segala kekuasaan yang dimilikinya, sebagai ketua umum partai, sebagai kepala pemerintahan, dan kepala negara, Yudhoyono sebenarnya bisa menyelamatkan hak rakyat untuk memilih kepala daerah. Harapan publik itu wajar karena sebenarnya sudah disampaikan Yudhoyono dalam pidato melalui Youtube. Seandainya Yudhoyono memerintahkan 124 anggota Demokrat mendukung opsi pilkada langsung, hak rakyat itu tetap aman!

Namun, jangankan berjuang mengamankan opsi pilkada langsung, 124 anggota Demokrat itu malah meninggalkan ruang rapat paripurna. Juru bicara Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, mengumumkan sikap Demokrat yang netral dan melakukan walk out. Langkah walk out Demokrat sebagai ruling party dengan kekuatan 124 anggota memang tidak masuk akal. Publik marah dan mencerca. Seandainya saja 124 anggota Demokrat memberikan suara pada pilkada langsung, pasti citra Yudhoyono tetap baik sebagai "Bapak Demokrasi". Sebagian syarat perbaikan sudah terakomodasi dalam undang-undang. Namun, sejarah tak mengenal kata jika. Hak rakyat memilih (right to vote) pemimpin daerah telah diambil DPRD. Inilah warisan menyedihkan. Menanggapi kemarahan publik itu, Yudhoyono menggelar tiga kali jumpa pers dalam lawatannya ke luar negeri. Dia menjanjikan bersama rakyat mengembalikan pilkada langsung. Yudhoyono menyatakan ketidaksetujuannya atas substansi pilkada oleh DPRD.

Penjelasan Yudhoyono tetap ditanggapi skeptis. Tanpa ada penjelasan memadai mengenai walk out Demokrat, publik susah menerima penjelasan elite Demokrat—yang penjelasannya juga berbeda-beda. Penjelasan elite Demokrat soal kesalahan komunikasi all out dan walk out rasanya terlalu sederhana untuk urusan sepenting itu. Dalam sejumlah media, berkembang spekulasi bahwa walk out dirancang sejak awal. Ada barter politik di sana.

Dalam ruang samar, memang terbuka ruang untuk menganalisis peristiwa politik, termasuk dengan mencermati pembagian kursi di pimpinan MPR atau pimpinan DPR, pada 1 Oktober. Kini, rakyat menunggu langkah konkret yang mau diambil Yudhoyono, baik sebagai Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara maupun sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Masih ada ruang bagi Yudhoyono untuk menyelamatkan hak memilih rakyat meskipun ruang itu kecil karena masa jabatannya berakhir 20 Oktober 2014. Karena itulah, kekuatan masyarakat sipil yang nyata-nyata dirugikan hak konstitusionalnya bisa menyusun permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Dalih uji materi tidak hanya didasarkan pada soal konstitusionalitas pilkada DPRD, tetapi juga asas kepastian hukum dan pencabutan hak politik warga negara (right to vote).

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009181770
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger