Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 04 September 2014

TAJUK RENCANA Mengimbangi Progresivitas KPK (Kompas)

KOMISI Pemberantasan Korupsi menunjukkan langkah progresif dalam pemberantasan korupsi. Menteri ESDM Jero Wacik ditetapkan sebagai tersangka.
Pengumuman status tersangka Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu disampaikan pimpinan KPK. Jero adalah menteri ketiga dalam Kabinet Indonesia Bersatu II yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Sebelumnya, KPK menjerat Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng serta Menteri Agama Suryadharma Ali.

Dalam sejarah KPK, belum pernah ada tersangka yang bisa lepas dari jerat KPK. KPK tidak mengenal penghentian penyidikan perkara. Artinya, cepat atau lambat, perkara Jero akan berlanjut hingga ke persidangan. Dalam penuntutan di pengadilan, KPK mengembangkan penuntutan progresif dengan mengenakan pidana tambahan, seperti pencabutan hak politik.

Langkah progresif KPK memberantas korupsi harus dihargai. Namun, kita melihat semangat KPK mengembangkan penegakan hukum progresif belum sepenuhnya didukung kekuasaan yudikatif dan eksekutif. Kasus terakhir yang menimbulkan kontroversi adalah vonis 4 tahun penjara untuk Gubernur Banten Atut Chosiyah. Vonis Atut dianggap ringan karena sebelumnya jaksa menuntut Atut pidana 10 tahun penjara dan mencabut hak politik Atut. Atut dinyatakan terbukti terlibat menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, tetapi hakim menolak tuntutan jaksa yang menuntut hak politik Atut dicabut.

Kontroversi juga terjadi di wilayah eksekutif, khususnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam kasus pembebasan bersyarat terpidana korupsi Hartati Murdaya. Hartati divonis bersalah menyuap Bupati Buol dan dihukum 2 tahun 8 bulan penjara. Hartati mendapat pembebasan bersyarat yang diprotes KPK. Salah satu persyaratan bagi napi korupsi mendapatkan pembebasan bersyarat adalah bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar tindak pidana yang dilakukan. Aturan itu ada di Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. KPK menilai pembebasan bersyarat Hartati cacat hukum karena Hartati tidak pernah bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar tindak pidana lain.

Tiga contoh kasus korupsi di atas menunjukkan semangat pemberantasan korupsi belum menjadi semangat bangsa ini. Situasi ini memberatkan KPK dalam memberantas korupsi. KPK menyelidiki dan menuntut ke pengadilan. Namun, vonis berada dalam kekuasaan yudikatif yang kadang tak sejalan dengan KPK. Setelah vonis jatuh, kebijakan memberikan remisi atau pembebasan bersyarat ada di eksekutif, yang juga tidak mendukung KPK.

Ketidakberimbangan semangat dalam memberantas korupsi harus dijawab presiden terpilih Joko Widodo. Jokowi harus mampu mengajak semua cabang kekuasaan lain untuk sama-sama membangun kesamaan pandangan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang menyengsarakan bangsa dan merendahkan martabat bangsa.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008678523
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger