Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 24 Oktober 2014

TAJUK RENCANA: Mobil Dinas DPRD Riau (Kompas)

PROVINSI  Riau contoh bagus ketidakpedulian yang ditampilkan elite politik, eksekutif, dan legislatif dalam penyalahgunaan kepercayaan dan kewenangan.
Beberapa faktor memperkuat asumsi di atas. APBD Perubahan 2014 senilai Rp 70 miliar untuk 65 anggota DPRD, dengan ketuanya dua mobil senilai Rp 4,9 miliar. Dua gubernur sebelumnya, Rusli Zainal dan Saleh Djasit, terpidana korupsi, diikuti gubernur petahana Annas Maamun, pun tertangkap tangan kasus suap.

Adagium jabatan itu membawa kehormatan sekaligus tanggung jawab (noblesse oblige) dinodai. Nafsu serakah untuk kepentingan diri menutup pintu bagi kepentingan rakyat. Jabatan publik ditempatkan sebagai sarana memperkaya diri. Sikap melik nggendong lali menutup rapat bagi berkembangnya etika publik.

Dalih sudah sesuai aturan dalam kasus mobil dinas DPRD Riau, pembenar penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan yang tidak pro rakyat. Dari sisi sistem penganggaran tidak ada yang salah. Tetapi, berlaku pemeo yang benar tidak selalu pada tempatnya, sing bener belum tentu pener. Tidak salah sebagai pelanggaran hukum positif, tetapi salah secara etis penyalahgunaan kewenangan.

Mengingatkan perilaku menyimpang pejabat publik tidak cukup dengan etika kekuasaan, etika keagamaan, atau berbagai cara penyadaran bersama. Penegakan hukum atas penyalahgunaan kewenangan yang sifatnya pelanggaran legal (hukum positif) relatif lebih mudah, berlaku untuk kasus-kasus yang termasuk kategori korupsi.

Akan tetapi, penegakan hukum yang sifatnya lebih sebagai kesadaran internal, contohnya kasus mobil dinas DPRD Riau, butuh proses lama. Semakin dirasakan sebagai hak privilese dan sesuai aturan, semakin sulit diingatkan tentang penodaan kepercayaan rakyat. Dengan impunitas yang mudah dinikmati pelaku kejahatan positif, korupsi misalnya, semakin sulit inkulturasi rasa bersalah.

Kita apresiasi jasa Komisi Pemberantasan Korupsi. Kasus yang ditemukan dan dikuak ke permukaan berlanjut ke pengadilan, selain merepresentasikan prinsip "yang berbuat wajib bertanggung jawab", sekaligus juga edukasi bagi berkembangnya etika publik. Jabatan dan kewenangan harus dikembalikan untuk kepentingan rakyat.

Kita bangun bersama kejujuran, etika bersih, yang jauh dari sikap penyalahgunaan kepercayaan publik, menjadi kebajikan umum yang harus dimiliki pejabat, dan menyatu sebagai bagian integral posisinya sebagai pejabat publik.

Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla, dan kita bersama harus terus berusaha membangun sikap pejabat publik. Hukumnya wajib, dalam arti pejabat publik mematuhi prinsip etika publik, dan bukan animal laborans.

Kita sesalkan sikap tidak pro rakyat seperti dalam kasus mobil dinas DPRD Riau, yang senapas dengan tiga gubernur sebelumnya yang tersangkut urusan korupsi. Dalam kasus mobil dinas, yang berlaku adalah "ora ilok", tidak pantaslah, jadi tolong ditinjau kembali!

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009688829
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger