Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 20 November 2014

Christian Delorme: Ajakan Menghormati dan Mencintai Ajakan Menghormati dan Mencintai (MARIA HARTININGSIH)

PERTEMUAN dengan pemimpin spiritual Tarekat Alawiyah, Syekh Khaled Bentounes (65), dalam acara dialog di televisi diibaratkan Romo Christian Delorme (64) seperti perjumpaan kembali dalam dimensi manusiawi.
"Kami langsung bersahabat," kata Delorme mengenang pertemuan 21 tahun silam itu. "Sejak itu, Syekh Bentounes selalu mengajak saya dalam setiap kegiatan."

Delorme ditemui setiap usai makan siang dalam Konferensi Feminin untuk Budaya Damai: Saat Perempuan Bicara, di Oran, Aljazair, 28-30 Oktober 2014. Selama konferensi, ia tekun mengikuti sesi-sesi diskusi terkait diskriminasi.

Rohaniwan penghubung dengan masyarakat Muslim di Keuskupan Lyon, Perancis, itu selama berpuluh tahun bekerja di wilayah Lyon yang paling bermasalah. Sejak awal tahun 1980-an Delorme banyak terlibat dalam gerakan menolak diskriminasi terhadap kaum imigran dari Afrika Utara di Perancis.

Jauh sebelum pertemuan itu, dia sudah mendengar tentang perhimpunan tarekat, Association Les Amis de l'Islam yang berkegiatan di sekitar Paris. Berita yang beredar tentang Syekh Khaled Bentounes, pemimpin spiritual tarekat tasawuf yang berpusat di Mostaganem, Aljazair, itu adalah, "Syekh sering membuat acara doa bersama dengan orang-orang Kristiani di sekitar Paris."

Pun sebaliknya, Bentounes juga banyak mendengar kerja dan komitmen kemanusiaan Delorme terhadap masyarakat imigran Aljazair di Perancis.

Berakar
Pembelaan Delorme pada kaum imigran dari Afrika Utara berakar dalam. "Saya lahir dan tumbuh di suatu distrik permukiman imigran di Lyon. Permukiman itu sudah ada jauh sebelum Aljazair merdeka. Sejak kecil saya bermain dan bersahabat dengan anak-anak imigran," kenangnya.

Saat di seminari, ia bahkan diangkat anak oleh janda 10 anak yang berasal dari Mostaganem, Aljazair. Kota itu kelak menghubungkan masa lampau dengan sejarah hidupnya kemudian.

"Beliau seorang Muslim. Suaminya meninggal setelah perang kemerdekaan," lanjutnya. "Mereka adalah keluarga tradisional yang sangat terbuka terhadap agama lain. Saya menjadi bagian dari keluarga itu selama 40 tahun," ujarnya.

Delorme dikenal sebagai imam Prado, suatu kelompok biarawan Katolik, terdiri dari romo praja yang hidupnya didedikasikan untuk kaum miskin dan yang dipinggirkan. Pada 2 Juni 1975, ia mendukung pendudukan Gereja Saint Nizier di Lyon oleh sekitar 100 pekerja seks komersial sebagai protes atas kebijakan represif pemerintah kota atas nama moralitas.

Sebagai imam dari Minguettes tahun 1980-an, namanya dicatat sejarah karena memprakarsai pawai non-kekerasan bersama Romo Jean Costil dan tokoh muda generasi kedua imigran, Toumi Djaidja. "Saya terinspirasi oleh Martin Luther King dan Mahatma Gandhi," paparnya.

Pawai sebagai protes damai itu adalah tanggapan atas kekerasan berbasis rasisme, Maret 1983, dengan ditembaknya Toumi Djaidja, Presiden Asosiasi SOS Avenir Minguettes (SOS Masa Depan Minguettes).

Protes damai dengan berjalan kaki menolak rasisme dan menuntut kesetaraan hak imigran itu dikenal sebagai Marche de Beurs—istilah bagi keturunan imigran Arab-Afrika Utara di Perancis. Peristiwa itu merupakan sejarah penting gerakan anti rasisme di Perancis, sehingga dibuat film pada peringatan 30 tahun, November 2013.

Dimulai dengan 17 orang dari Marseille (15/10/1983), saat tiba di Paris (3/12/1983) sekitar 100.000 orang bergabung di dalamnya. Tak hanya kaum imigran, tetapi juga orang Perancis yang menolak diskriminasi. Satu di antaranya Elizabeth Inandiak, wartawan dan penulis buku tentang Serat Centhini. Jarak Marseille-Paris sekitar 775 kilometer.

Delorme juga mendukung kemerdekaan Tibet, dengan mendirikan organisasi kemanusiaan, Franco-Tibet Friendship of Lyon, yang memprakarsai pertemuan antara Danielle Mitterrand dan Dalai Lama, April 1989.

Gereja Katolik mengakui perannya dalam upaya merajut perdamaian dan dialog antara iman. Teman dan sahabat yang sejalan banyak. Salah satunya adalah islamolog asal Maroko, pengajar dan penulis buku Les nouveaux penseurs de l'Islam (Para Pemikir Baru Islam), 2008, Rachid Benzine (43).

"Anak Rachid sudah seperti cucu saya," ujarnya.

Berjuang bersama
Pertemuan Delorme dengan Bentounes seperti takdir, menyentuh ruang paling subtil dalam perjumpaan antarmanusia.

Dialog di televisi tahun 1993 itu membuatnya terkesan pada kerendahan hati Bentounes. "Beliau hadir seperti orang biasa, padahal beliau seorang mursyid dari puluhan ribu pejalan menuju Allah."

Yang lebih mengejutkan, "Selama dialog, beliau yang justru mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada saya mengenai tugas pastoral dan dalam gerakan anti rasisme. Padahal, beliau biasa dinanti wejangannya oleh para anggota perkumpulan."

Delorme hadir ketika Tarekat Alawiyah genap berusia 100 tahun pada tahun 2009. "Acara berlangsung sangat menyentuh karena zawiyyah (seperti pesantren) terletak di daerah kota tua Mostaganem, di tengah masyarakat, seperti citra tarekat."

Ia terpesona pada pendiri Tarekat Alawiyah, Syekh Ahmad Alawi (1869-1934), kakek Bentounes dari garis ibu, yang disebutnya sebagai sosok orang suci Muslim abad ke-20.

"Saya memasang foto Syekh Ahmad Alawi di ruang kerja, dalam nuansa wajah Kristus tua yang indah," ungkapnya.

Menurut Delorme, Tarekat Alawiyah dikenal akrab dengan orang Kristiani di Aljazair dan Perancis. Ia mengisahkan, tujuh biarawan Trappis dari Biara Tibhirine yang diculik dan dibunuh kelompok bersenjata tahun 1996 dalam perang saudara Aljazair mempunyai hubungan erat dengan komunitas Tarekat Alawiyah yang bermukim di dekat biara. Sebagai catatan, sekitar 200.000 warga Aljazair tewas dalam perang 10 tahun itu.

Delorme juga mengagumi Syekh Adda Bentounes, kakek Bentounes dari garis ayah. "Rohaniwan besar, kepadanya kita berutang budi atas sebuah karya yang indah mengenai Yesus," tulis Delorme dalam kata pengantar buku karya Syekh Khaled Bentounes, Le soufisme coeur de I'Islam (1996) yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia, Jalan Kebahagiaan: Tasawuf Kalbu Islam (Pustaka Marwa, Yogyakarta: 2006).

Kalau kesan umum menyatakan banyak perang mengatasnamakan agama, "Syekh Khaled Bentounes dan saya berjuang untuk menciptakan perdamaian," tegasnya.

Seperti pengantar yang ditulisnya dalam buku karya Bentounes, ia mengajak umat Kristiani menghormati dan belajar mencintai hal-hal terbaik dalam Islam. "Dunia membutuhkan kesungguhan kaum beriman untuk saling memahami dan mencintai," tuturnya.

—————————————————————————
Christian Delorme
♦ Lahir:   Lyon, Perancis, 30 Juli 1950
♦ Aktivitas:  Imam Katolik, aktivis perdamaian, kolumnis, penulis
♦ Karya, antara lain: 
- Nous avons tant de choses à nous dire  bersama Rachid Benzine, 1997
- Gandhi aujourd'hui, 1997
- Prier 15 jours avec Martin Luther King, 2008
- Prier 15 jours avec Antoine Chevrier, fondateur du Prado, 2006

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010188251
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger