Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 01 November 2014

TAJUK RENCANA: Deklarasi Perang Israel (Kompas)

TIDAK berlebihan kalau Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut tindakan Israel menutup kompleks Masjid Al-Aqsa sebagai "deklarasi perang".
Apakah dengan demikian akan segera lahir "intifadah ketiga"? Kita masih ingat, intifadah kedua pecah pada 29 September 2000 setelah Ariel Sharon, yang kemudian menjadi perdana menteri, bersama 1.000 tentara memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa yang terlarang bagi non-Muslim. Tindakan itu oleh Palestina dianggap sebagai tindakan provokatif, yang menyulut perlawanan.

Intifadah kedua berakhir pada 8 Februari 2005. Banyak korban jiwa jatuh di kedua belah pihak. Diperkirakan 3.000 warga Palestina tewas, sementara Israel kehilangan 1.000, ditambah 64 orang asing.

Tiga tahun sebelumnya pecah intifadah pertama, 1987, dan baru berakhir tahun 1993 setelah ditandatanganinya Kesepakatan Oslo. Baik intifadah pertama maupun intifadah kedua sama-sama sebagai ungkapan sikap perlawanan rakyat Palestina terhadap tindakan penjajahan dan kesewenang-wenangan Israel yang terjadi sejak 1948.

Kini, kita menyaksikan lagi kesewenang-wenangan, keangkaramurkaan, Israel seperti yang sudah-sudah. Hari Kamis lalu, Israel menutup kompleks Masjid Al-Aqsa. Penutupan itu sebagai kelanjutan dari bentrokan antara sejumlah remaja Palestina dan aparat keamanan Israel. Bentrokan itu sebagai buntut tewasnya seorang pria Palestina karena ditembak polisi Israel.

Pria Palestina itu, Moataz Hejazi, dituduh sebagai penembak aktivis Yehuda Glick. Yehuda Glick adalah anggota kelompok garis keras Yahudi yang menuntut agar orang Yahudi diizinkan berdoa di kompleks Masjid Al-Aqsa.

Kemarin, memang Israel membuka akses masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa. Namun, yang diizinkan masuk hanyalah laki-laki yang sudah berusia di atas 50 tahun. Tentu, keputusan Israel itu tetap akan memicu persoalan, tetap menebarkan benih permusuhan. Mengapa harus ada pembatasan. Secara mudah dapat diartikan sebagai tindakan kecurigaan Israel terhadap kaum laki-laki yang masih muda, yang berusia di bawah 50 tahun. Mereka dicurigai akan mengobarkan perlawanan.

Apa yang terjadi di Jerusalem saat ini pasti menghambat proses perdamaian, yang memang selama ini nyaris tidak ada kemajuan. Kalau intifadah ketiga benar-benar terjadi, maka jelas bagi kita bahwa yang namanya perdamaian di Timur Tengah akan semakin jauh. Bukankah tidak mungkin perdamaian terwujud kalau tidak ada kesepakatan di antara kedua belah pihak yang bersengketa, berkonflik?

Kita berharap konflik bersenjata tidak pecah lagi. Sebab, akibat ikutannya akan menyebar sampai ke mana-mana, termasuk ke Indonesia. Kita juga berharap AS segera turun tangan mendesak Israel tidak memicu persoalan.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009819961
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger