Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 30 Desember 2014

TAJUK RENCANA: Hidup bersama Cuaca Buruk (Kompas)

CUACA buruk menjadi perhatian luas setelah pesawat AirAsia QZ 8501 hilang kontak dengan Pengawas Lalu Lintas Udara Jakarta, Minggu (28/12).
Dugaan sementara, cuaca buruk di wilayah antara Belitung dan Kalimantan menyebabkan hilangnya pesawat tersebut. Awan kumulonimbus yang disebut juga awan badai, dalam pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, tumbuh sejak dini hari Minggu di kawasan Air Asia 8501 yang hilang kontak.

Cuaca buruk terjadi di beberapa tempat dalam waktu berdekatan dengan dampak tidak kurang memprihatinkan meskipun kurang mendapatkan perhatian.

Negara tetangga, Malaysia, di bagian utara mengalami bencana banjir terburuk dalam 30 tahun terakhir. Korban jiwa 10 orang di sana dan 14 orang di selatan Thailand. Meskipun banjir mulai surut, hujan lebat disertai angin kencang yang dibawa angin musim diperkirakan akan terjadi seminggu ke depan.

Sabtu pekan lalu hujan salju disertai angin berkecepatan 160 kilometer per jam melanda Perancis, Jerman, dan Inggris. Perjalanan darat, laut, dan udara banyak tertunda karenanya dan menimbulkan kerugian ekonomi.

Kita juga masih ingat badai Hagupit berkecepatan 210 kilometer per jam menerpa Filipina awal Desember lalu dan mengambil korban setidaknya 27 jiwa. Akhir November setahun sebelumnya, negara yang sama diterpa badai Haiyan yang berkecepatan 235 kilometer per jam.

Kejadian cuaca buruk yang semakin kerap dan meningkat intensitasnya di sejumlah negara dihubungkan dengan perubahan iklim. Kenaikan suhu bumi akibat aktivitas manusia dianggap penyebab perubahan iklim.

Iklim merupakan sistem kompleks dan saling berhubungan. Aktivitas manusia di satu tempat, seperti industri yang mencemari udara, dampaknya akan dirasakan seluruh penghuni Bumi.

Beberapa tanda penting perubahan iklim dicatat lembaga antariksa AS, NASA. Di antaranya, sembilan dari 10 tahun terakhir merupakan tahun terpanas sejak tahun 1880. Partikel karbon dioksida di udara penyebab efek rumah kaca yang utamanya berasal dari kegiatan manusia, saat ini yang tertinggi dalam 650.000 tahun terakhir.

Untuk negara dengan garis pantai panjang atau negara kepulauan seperti Indonesia, ancaman juga datang dari naiknya permukaan air laut. Dalam satu abad terakhir, permukaan air laut naik mendekati 2 sentimeter.

Sementara dunia merundingkan cara mencegah perubahan iklim berlanjut, yang dapat dilakukan adalah mempersiapkan adaptasi dan mitigasi dampak perubahan tersebut, terutama di negara berkembang dan warga miskin.

Manusia dengan akal budinya telah bertahan terhadap berbagai perubahan iklim. Dengan itu pula manusia harus menghindarkan kerusakan lingkungan lebih lanjut karena alam dapat bereaksi di luar kemampuan kita mengatasi.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010915087
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger