Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 14 Januari 2015

Berilah Guru Kebebasan (PAUL SUPARNO)

BANYAK orang menilai pendidikan kita kurang  maju karena faktor guru. Guru dianggap tak kompeten baik dalam bidang keilmuan maupun metode pembelajarannya. Apa benar? Mengapa demikian?

Saat ini guru-guru yang tesertifikasi sibuk dengan banyak urusan administrasi untuk kelengkapan laporan. Karena ingin agar tunjangan sertifikasi mereka tak hilang, mereka mati-matian bekerja untuk itu. Akibatnya, mereka kurang mempersiapkan bagaimana mengajar di kelas yang sesungguhnya dengan baik dan kreatif.

Beberapa guru dikejar untuk memenuhi waktu mengajar 24 jam per minggu demi sertifikasi. Beberapa  dari mereka terpaksa mengajar di berbagai sekolah agar jumlah jam itu terpenuhi. Akibatnya, mereka tidak konsentrasi mengajar di sekolah utama dan beberapa menjadi lelah dengan perjalanan ke sekolah lain. Mengapa mereka yang kekurangan jam tak diberi tugas mendalami pengetahuan dan menciptakan model pembelajaran yang lebih variatif, yang dapat digunakan memperbaiki metode mengajar mereka?

Dengan Kurikulum 2013 persoalan menjadi lebih berat karena beban guru semakin bertambah, terutama guru SD. Mereka harus mengajarkan bahan secara tematis dan pendekatan  saintifik. Oleh karena ini pendekatan baru, mereka belum siap sehingga mereka bingung, bagaimana akan melakukannya. Jadi, pembelajaran di kelas tidak berjalan dengan baik.

Dari segi kebebasan guru, Kurikulum 2013 ternyata jauh: tidak memberi guru kebebasan dalam mengajar atau membantu siswa belajar. Semua bahan, kompetensi inti, kompetensi dasar, termasuk metode mengajarnya, ditentukan pusat. Guru tak punya kebebasan lagi mengajar menurut gaya mereka. Guru lebih mau dijadikan robot yang melakukan apa yang ditentukan dari pusat.

Kurikulum 2013 yang maunya memberikan guru kompetensi mengajar yang baik dengan pendekatan saintifik ternyata juga tidak memberikan kebebasan. Guru jadi tak kreatif karena hanya menjadi pelaksana. Karena itu, waktu mengajar pun tidak mantap karena, berdasarkan bahan dan metodenya, ia sendiri tidak kompeten.

Pendekatan saintifik yang dicanangkan dalam pembelajaran memang sangat baik dan cocok untuk belajar sains,  tetapi dapat tak tepat untuk belajar ilmu yang bukan sains. Misalnya dalam belajar doa, menggambar, menghafal kata-kata baru, yang sering membutuhkan pendekatan lain. Pendekatan saintifik dengan langkah pasti digunakan sebagai satu-satunya pendekatan, ini jelas mempermiskin proses pendidikan sebab tidak ada model satu-satunya.

Menurut teori inteligensi jamak, banyak siswa dapat mempelajari bahan apa pun jika bahan itu disampaikan dengan pendekatan inteligensinya yang menonjol.  Artinya, siswa yang menonjol inteligensi musikal akan lebih mudah belajar matematika jika disampaikan dengan musik, siswa yang menonjol inteligensi linguistik akan mudah belajar fisika jika diajarkan lewat cerita. Dengan demikian, pendekatan saintifik sebagai satu-satunya pendekatan dapat tidak tepat bagi beberapa siswa.  

Kebebasan mengajar

Kalau kita ingin memperbaiki pengajaran di sekolah dasar menengah, guru perlu diberi kebebasan dalam mengajar. Karena mengajar yang paling baik harus sesuai dengan konteks, situasi siswa, lingkungan, dan juga kemampuan siswa yang diajar.

Guru kelas adalah orang yang memang paling tahu situasi siswanya, kekuatan dan kelemahan mereka, tingkat inteligensi, peralatan di sekolah, lingkungan masyarakat sekitar, suasana sekolah, dan lain-lain. Maka, gurulah yang sebenarnya tahu persis siswanya perlu dibantu dengan cara apa, dengan pendekatan apa. Untuk itu, penting guru diberi kebebasan dalam mengajar di kelas!

Guru juga akan kreatif apabila diberi kebebasan dalam menyampaikan bahan kepada siswa. Biarlah mereka mengembangkan kreativitasnya. Tanpa kebebasan ini, guru akan menjadi robot dan hasilnya mereka mengajar tanpa semangat, kehilangan rohnya, dan akhirnya asal jalan.

Kalau guru diberi kebebasan, pemerintah lalu tidak punya peran? Pemerintah tetap punya peran besar. Beberapa hal yang perlu dibuat, pertama, menyelenggarakan pelatihan bagi guru untuk pengembangan keilmuan dan metode pembelajaran yang bervariasi. Kedua, mengurangi tuntutan laporan sertifikasi yang tidak perlu, tetapi menekankan pada pembinaan guru mengajar di kelas. Ketiga, evaluasi kinerja guru dengan penekanan pada praktik mengajar di kelas dan di luar kelas dengan evaluatornya  kepala sekolah dan siswa-siswa yang diajar. Keempat, melengkapi fasilitas untuk belajar guru, seperti buku, komputer, dan alat-alat peraga. Kelima, menggiatkan penelitian guru di kelasnya sehingga selalu ada kemajuan dilakukan setiap tahun bagi perkembangan siswa. Keenam, menjaga mutu pendidikan calon guru dengan menentukan standar FKIP penghasil calon guru. 

PAUL SUPARNO
Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011353755  

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger