Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 12 Januari 2015

TAJUK RENCANA Pencalonan Kepala Polri (Kompas)

PRESIDEN Joko Widodo mengusulkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kepala Polri menggantikan Kepala Polri Jenderal Sutarman.

Surat Presiden diterima pimpinan DPR Jumat malam. Tak ada yang membantah bahwa pengajuan Kepala Lembaga Pendidikan Polri sebagai calon Kapolri merupakan hak Presiden kendati usulan Presiden masih harus menunggu persetujuan DPR. Seperti dikatakan Presiden Jokowi, "Hak prerogatif saya, saya pakai. Pilihan saya, saya sampaikan ke DPR."

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan, Presiden belum menunjuk calon Kapolri karena masa jabatan Sutarman berakhir Oktober 2015. Saat ini, menurut Andi, belum ada kebutuhan mendesak untuk mengganti Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman. (Kompas, 8 Januari). Sehari kemudian situasinya berubah.

Kontroversi pengusulan Budi, perwira tinggi kepolisian lulusan Akpol 1983, lebih karena tidak dilibatkannya Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan. Meminta masukan KPK dan PPATK memang tidak diatur dalam undang-undang. Namun, menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Presiden telah memulai sesuatu yang baik saat membentuk Kabinet Kerja. KPK dan PPATK dilibatkan untuk memberikan masukan calon menteri. Hal serupa dilakukan Presiden saat menyeleksi calon hakim konstitusi.

Namun, upaya Presiden Jokowi membangun pemerintahan yang bersih dengan meminta masukan KPK dan PPATK tidak selalu diterapkan. Pengusulan Jaksa Agung HM Prasetyo dan kini calon Kapolri Budi Gunawan, termasuk KSAL Laksamana Madya Ade Supandi (lulusan AAL 1983) dan KSAU Marsekal Madya Agus Supriatna (lulusan AAU 1983), tidak melibatkan KPK dan PPATK. Ketidakseragaman ini memunculkan pertanyaan.

Pencalonan Budi diakui Pelaksana Tugas Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto termasuk usulan PDI-P. Hasto menilai Budi unggul dalam karakter serta kepemimpinan. Pencalonan Budi dinilai wajar dalam upaya konsolidasi pemerintahan. Meski demikian, dalam alam demokrasi, kita melihat bahwa ada penolakan sejumlah LSM anti korupsi terhadap Budi, khususnya menyangkut kekayaan calon Kapolri itu. Tudingan ini seharusnya diklarifikasi agar masalahnya menjadi terang, kendati Presiden Jokowi mengaku menerima masukan dari Komisi Kepolisian.

Biarlah pencalonan Kapolri berjalan sesuai prosedur. Menjadi kewajiban DPR melacak masukan sebelum memberikan persetujuan. Kita mendorong KPK dan PPATK memberikan masukan masalah itu kepada DPR. Melalui uji kelayakan dan kepatutan di DPR, Budi bisa mengklarifikasi berbagai persepsi negatif—yang mungkin belum tentu benar—mengenai dirinya. Selain masalah itu, strategi pengembangan institusi kepolisian, termasuk upaya mengembalikan kepercayaan rakyat kepada polisi, mengatasi tindak pidana narkotika, strategi memberantas korupsi bersama KPK serta tindak pidana terorisme dan pidana perpajakan, perlu dipaparkan calon Kapolri di DPR.

Sumber: ‎http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011326385 

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger