Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 22 Januari 2015

TAJUK RENCANA PT di Bawah Ristek dan Dikti

TEMUAN  546 program studi tidak terakreditasi, 483 di antaranya di perguruan tinggi negeri, menguak kondisi yang memprihatinkan. PT ibarat buka warung kelontong dengan komoditas program studi.

Kita dukung rencana pengetatan akreditasi, terutama moratorium program studi (prodi) bidang kesehatan. Pun janji Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M Nasir memberlakukan persyaratan dan prosedur yang sama antara PTN dan PTS. Meski ada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 87 Tahun 2014, selama puluhan tahun penyelenggara PT dibiarkan "kreatif" mengusulkan prodi baru tanpa persiapan memadai.

Akan dan janji itu sebaiknya didasari pada konsep dasar dan prinsip kesamaan PTN dan PTS. Baik negeri maupun swasta sama-sama mempersiapkan generasi masa depan Indonesia. Mahasiswa PTN bukan warga negara kelas satu, lantas PTS kelas dua. Janji prosedur akreditasi yang sama sebaiknya menjadi "pintu masuk" dan awal realisasi pengakuan kesamaan.

Afirmasi kesamaan tidak dalam hal sumber dana, tetapi dalam sejumlah kebijakan yang memberikan hak dan kesempatan yang sama. Sejumlah PTS yang terakreditasi C, taruhlah contoh, lantas melenting terakreditasi B tentu jauh dari prinsip kesamaan.

Sudah telanjur, dalam hal prodi baru terjadi praktik pilih kasih. Ketika sejumlah PTS tertatih-tatih memperoleh peningkatan akreditasi, tersedia "jalan tol" lewat penegerian. Lagi-lagi kita apresiasi langkah "akan" Kementerian Ristek dan Dikti menghentikan penegerian PTS jika motivasinya seperti itu.

Wajar kalau ribuan prodi diusulkan didasarkan pada permintaan pasar. Tidak wajar kalau usulan itu tidak disertai penyiapan infrastruktur dan dosen. Tidak wajar ketika PTN dan PTS berlomba mengusulkan prodi baru, sementara PTN memiliki fasilitas kemudahan lebih dibandingkan PTS. Yang wajar, ada bagi-bagi tugas sebab banyak fakultas atau PTS lebih siap mengasuh prodi-prodi baru dibandingkan yang negeri.

Ketika pengusulan prodi baru lebih besar dilatarbelakangi kepentingan bisnis, sulit diharapkan pengembangan nilai-nilai dasar lembaga PT. Peningkatan mutu ditempatkan dalam urutan terakhir atau hanya "bonus". Kriteria utamanya adalah seberapa banyak jumlah mahasiswanya, bukan seberapa unggul dan kompeten lulusannya mampu berkompetisi aktif dalam masyarakat.

Pengendalian dan pengetatan proses pengusulan prodi baru jadi pintu masuk mengubah paradigma lembaga PT sebagai "warung kelontong". Repotnya, pun dengan "tuan" baru, belum pernah secara konseptual disampaikan perombakan konsep "warung kelontong" PT.

Kementerian Ristek dan Dikti sebagai "tuan" baru penyelenggaraan PT, dengan lebih menekankan riset untuk kebutuhan masyarakat, perlu segera melakukan perombakan dan penyesuaian, termasuk dari sisi perundangan dan kebijakan atas dasar kesamaan PTN dan PTS.


Sumber: ‎http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011501917 


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger