Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 06 Januari 2015

TAJUK RENCANA: Ujian Jiwa Maritim

MEYAKINI paham tak cukup dengan pernyataan. Perlu bukti bahwa kalaupun belum cukup pengetahuan, kita punya hasrat dan antusiasme untuk itu.

Dengan segala harapan bahwa kotak hitam dan jasad korban musibah pesawat AirAsia QZ 8501 segera ditemukan tuntas, kita ingin musibah penerbangan ini memberi hikmah bagi kita yang ingin menjadi bangsa maritim.

Di perairan Selat Karimata sekitar jejak musibah ditemukan, lebih dari sepekan ini kita menyaksikan kiprah kemaritiman yang luar biasa. Kapal perang dan kapal milik negara memecah ombak yang tak jarang mencapai 5 meter, dengan cuaca tak bersahabat. Para penyelam yang diterjunkan untuk mencari reruntuhan pesawat Airbus A-320 dan menghadapi arus deras, visibilitas pendek, menjadi saksi akan kuatnya komitmen kelautan kita.

Seiring dengan itu, kita juga makin familiar dengan pelbagai istilah teknis dan teknologis operasi kelautan. Sonar, ROV (remotely operated vehicle, kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh), dua di antaranya.

Selain untuk menemukan korban yang belum terlacak, upaya itu juga bertujuan menemukan kotak hitam pesawat yang diharapkan bisa membantu menguak sebab-musabab terjadinya musibah.

Selain mengerahkan kemampuan nasional, kita juga dibantu kapal perang canggih negara sahabat, seperti halnya USS Sampson yang merupakan kapal perusak Armada Ke-7, pesawat patroli maritim P-3 Orion Korea Selatan, dan pesawat amfibi Rusia Beriev Be-200.

Selain mengapresiasi solidaritas kemanusiaan negara sahabat yang ambil bagian dalam operasi SAR pesawat AirAsia, kita juga menyaksikan betapa negara tersebut berinvestasi banyak dalam pembangunan kemaritiman.

Pemerintah RI telah memproklamasikan komitmen pada kemaritiman, yang diperlihatkan pada susunan kabinet dan programnya. Namun, pekerjaan rumah masih banyak yang harus dikerjakan untuk jadi bangsa maritim.

Pekerjaan rumah itu antara lain membangun armada, kalaupun bukan level laut biru, yang kredibel. Lebih dari sekadar armada, kita perlu marinir, pelaut, dan pasukan katak yang siap bertugas di bawah laut yang keras.

Lebih mendasar lagi, harus terus kita hidupkan jiwa kemaritiman di kalangan generasi muda. Sering kita dengar semboyan yang dimodifikasi menjadi "nenek moyangku bangsa pelaut, tapi anak-cucuku bangsa dirgantara". Dalam praktik, kekuatan udara perlu diimbangi kekuatan laut.

Laut di Indonesia menunggu untuk dijelajahi anak muda Indonesia, tidak lagi oleh pinisi, tetapi kapal modern yang dilengkapi GPS dan sonar mutakhir. Orang muda Indonesia baik juga membaca karya Laksamana Alfred T Mahan, geostrategis dan sejarawan AS, The Influence of Sea Power upon History, juga kepahlawanan Yos Sudarso.

Kiprah para pelaut dan penyelam di Selat Karimata kiranya menjadi penggugah semangat dalam transformasi kita menjadi bangsa maritim yang paham akan besarnya tantangan yang ada dan siap menjawab tantangan itu.


Sumber: ‎http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011219145 

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger