Satu dari empat jenis kerugian negara yang dinyatakan dalam tulisan tersebut adalah yang terjadi di lembaga/badan yang menggunakan dana APBN untuk pendiriannya atau sebagian dana operasionalnya, seperti BUMN.
Disebutkan oleh Hikmahanto, jika ada kerugian negara yang diakibatkan kebijakan atau keputusan, evaluasi bisa dilakukan. Hasil evaluasi dapat menunjukkan apakah keputusan benar atau salah. Hanya, evaluasi harus menggunakan konteks dan suasana pada saat kebijakan atau keputusan diambil. Dalam konteks ini, kebijakan atau keputusan apa pun, termasuk yang salah sekalipun, tetapi yang dilandasi itikad baik, harus dihormati. Sanksi tak dapat diberikan mengingat ini merupakan
Investasi belum tentu untung, tetapi dapat juga rugi. Rugi dan untung adalah dua sisi mata uang. Kerugian tak mungkin diberi sanksi karena didasarkan kalkulasi bisnis (
Tak bisa terbantahkan, BUMN punya peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi.
Pelaksanaan peran BUMN ini diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir semua sektor perekonomian, seperti pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri dan perdagangan, serta konstruksi. BUMN juga salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen, dan hasil privatisasi. Dengan kata lain, BUMN pada dasarnya sangat fundamental bagi sistem ekonomi kita. Mau tak mau BUMN secara terus-menerus harus mengembangkan dan dikembangkan, bukan saja demi kelangsungan hidupnya, melainkan juga bagi keberlangsungan sistem ekonomi itu sendiri dan keberlangsungan negara Indonesia.
Pengalaman saya sebagai Menteri Negara Pemberdayaan BUMN pertama dan berdasarkan data yang ada, kalaupun BUMN kita telah memberikan kontribusi ekonomi dan sosial yang signifikan, benturan penerapan politik dan birokrasi mengakibatkan kinerja BUMN tertinggal jauh dari beberapa negara lain.
Tahun 2013, total keuntungan neto 141 BUMN lebih dari 15 miliar dollar AS. Bandingkan dengan Petronas yang menyumbang 40 persen dari APBN Malaysia dengan keuntungan neto 20 miliar dollar AS atau BUMN Tiongkok dengan keuntungan neto 398 miliar dollar AS pada 2013. Direksi BUMN Indonesia tidak bisa lincah dalam melakukan manuver bisnis melalui merger dan akuisisi serta berinvestasi di mancanegara karena mereka tak terproteksi dari langkah- langkah korporasi.
Harus diakui, saat ini (banyak) direksi BUMN dalam pengelolaan perusahaan sering dihadapkan pada situasi dilematis. Di satu pihak, direksi dituntut memperoleh pendapatan signifikan (
Ada banyak aturan yang melingkupinya, misalnya UU PT (UU No 40/2007), UU Pasar Modal (UU No 8/1995), UU BUMN (UU No 19/2003), dan UU Perbankan (UU No 7/1992
Guna keluar dari kegamangan itu, Prasetio melalui bukunya,
Dalam hukum bisnis, BJR pada hakikatnya adalah perlindungan hukum bagi direktur dan jajarannya (termasuk BUMN) dari pertanggungjawaban atas setiap kebijakan atau keputusan bisnis atau transaksi yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Selama kebijakan atau keputusan bisnis atau transaksi bisnis dilakukan dengan itikad baik (
Sayangnya, fenomena yang berkembang, (sebagian) aparat penegak hukum belum menjadikan doktrin BJR sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan hukum. Mereka belum membedakan dua asas penting dalam sistem hukum Indonesia menyangkut kedudukan negara, terutama terhadap status kekayaan negara dalam suatu perseroan. Apakah masuk dalam lingkungan hukum publik atau hukum privat, lebih khusus lagi menyangkut perseroan yang telah menjadi perusahaan publik (sahamnya dimiliki oleh banyak pihak dan diperdagangkan di pasar modal atau bursa efek).
Ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan risiko bagi para direksi persero untuk mengambil keputusan bisnis karena dalam praktiknya doktrin BJR cenderung diabaikan. Pada kenyataannya, dari sejumlah kasus yang muncul, kita menyaksikan direksi BUMN dapat saja setiap saat dituduh merugikan negara kendati keputusan yang diambilnya itu sudah berdasarkan prinsip-prinsip bisnis rasional dan berpijak pada tata kelola yang baik.
Pesan penting yang ingin disampaikan dari BJR adalah perlunya dilakukan harmonisasi terhadap undang-undang dan sejumlah doktrin yang melindungi para profesional BUMN dalam menjalankan tugas dan perannya. Pemerintah, sebagai pemegang saham BUMN, harus menjadi yang terdepan dalam melakukan perlindungan atas direksi apabila ia telah melakukan pengambilan keputusan berdasarkan pada prinsip kehati-hatian, dan laporan kinerjanya sudah disahkan dalam RUPS.
Sebaliknya, jika pemegang saham menilai direksi tak menjalankan fungsi dengan baik dan nyata-nyata menerima/memberikan suap, pemerintah punya kewenangan sangat luas untuk menghukum. Bahkan, bukan hanya pengadilan, negara sebagai pemegang saham dapat memiskinkan para direksi, melakukan pemecatan dengan tak hormat, menuntut ganti rugi, dan menyita aset kekayaan pribadinya.
Mantan Menteri Negara Pemberdayaan BUMN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar