Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 17 Februari 2015

‎TAJUK RENCANA‎ Bola di Tangan Presiden (Kompas)

Hakim praperadilan Sarpin Rizaldi memutuskan bahwa penetapan status tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan oleh KPK adalah tidak sah.

Putusan hakim Sarpin menuai kritik termasuk dari sejumlah mantan hakim agung. Kritik itu wajar karena hakim Sarpin membuat hukum sendiri. Dalam putusannya, hakim Sarpin menjadikan penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan. Padahal, dalam Pasal 77 KUHAP, kewenangan praperadilan diatur terbatas hanya untuk menguji sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan.

Putusan hakim Sarpin harus dihormati. Namun, bukan berarti putusan hakim yang sebenarnya hanya mengadopsi dalil pemohon, bisa berdampak pada pemberantasan korupsi, adalah putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap. Putusan hakim yang bertentangan dengan KUHAP bisa diuji pengadilan yang lebih tinggi, yakni Mahkamah Agung. Surat Edaran Mahkamah Agung No 4/2014 memberikan ruang dilakukan peninjauan kembali jika ditemukan indikasi penyelundupan hukum.

Lembaga praperadilan sebenarnya hanya menguji sebatas aspek prosedural dan tidak menyentuh substansi perkara. Apakah status Budi sebagai penyelenggara negara atau bukan yang bisa dijerat KPK adalah domain dari pengadilan tindak pidana korupsi, bukan domain hakim praperadilan.

Dengan putusan hakim tunggal Sarpin, bola sepenuhnya di tangan Presiden Joko Widodo. Secara legal formal, sebelum ada langkah hukum lain yang dilakukan KPK, status Budi bukanlah lagi sebagai tersangka. Status tersangka Budi telah digugurkan hakim Sarpin, meski bukan berarti KPK tidak bisa mengambil langkah hukum lain.

Dari sudut pandang legalistik, melantik atau tidak melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri sepenuhnya terserah kepada Presiden Jokowi. Proses politik dan proses hukum untuk sementara selesai. Orang di sekitar Presiden telah mendorong Presiden Jokowi untuk menunggu putusan praperadilan yang dijatuhkan hakim Sarpin hari Senin. Situasi ini sebenarnya sama ketika Presiden Jokowi menyerahkan kepada DPR untuk menerima atau menolak pencalonan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri dalam statusnya sebagai tersangka. Presiden Jokowi berharap DPR menolak, tetapi kenyataan politiknya DPR justru menerima Budi Gunawan secara aklamasi.

Putusan hakim Sarpin bukan akhir dari pemberantasan korupsi meskipun putusan itu kian memperberat agenda pemberantasan korupsi. Masih ada upaya hukum lain yang bisa diambil KPK untuk menguji putusan hakim Sarpin. Putusan hakim tunggal Sarpin harus diuji minimal untuk menjawab, apakah penetapan tersangka memang merupakan obyek praperadilan atau bukan sebagaimana digariskan KUHAP. Asas kepastian hukum dipertaruhkan di sini. Jika MA mengamini pandangan hakim Sarpin yang sebenarnya hanya mengamini dalil kuasa hukum Budi, berarti pasal KUHAP telah dikoreksi.

Sumber: ‎http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000012050480 


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger