Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 21 Februari 2015

TAJUK RENCANA: Derita Penumpang Lion Air (Kompas)

Luar biasa penderitaan yang dialami ribuan penumpang Lion Air. Sejak Rabu (18/2), jadwal penerbangan mereka tertunda, di antaranya hingga 24 jam.

Kalaupun ada penjelasan, ada refund, ada kompensasi, semua itu tak bisa menggantikan kekesalan yang ada. Kita bisa membayangkan betapa kecewa penumpang yang urung berkumpul dengan keluarga dan handai tolan untuk merayakan hari raya Imlek. Jelas ada alasan yang sah jika mereka lalu memprotes keras keterlambatan jadwal terbang yang masif ini.

Dari kejadian ini, ada beberapa hal yang harus menjadi pelajaran bagi maskapai dimaksud, tetapi juga perlu direnungkan oleh pengelola industri penerbangan sipil di Tanah Air. Jasa angkutan penerbangan, tentu juga angkutan pada umumnya, sekurang-kurangnya harus memenuhi standar keselamatan dan keamanan. Namun, selain itu, yang tidak kalah penting adalah standar kenyamanan, yang di dalamnya ada unsur ketepatan waktu keberangkatan dan kedatangan.

Rabu lalu, Lion Air gagal memenuhi tuntutan ini karena, seperti dijelaskan oleh Direktur Umum Lion Air Edward Sirait (Kompas, 20/2), ada tiga pesawatnya yang rusak. Satu kemasukan burung dan dua kemasukan benda asing.

Bisa saja hal itu terjadi, tetapi mestinya tetap ada solusi bagi keterlambatan parah yang terjadi. Bagaimanapun, maskapai harus memiliki jalan keluar, penuh dengan sumber daya, untuk mengatasi masalah yang sewaktu- waktu muncul dalam operasi.

Di satu sisi, kita sempat dibuat kagum dengan kemampuan Lion Air mengembangkan diri menjadi maskapai penerbangan yang fenomenal dengan slogan "We Make People Fly". Kita juga pernah terenyak ketika maskapai ini mengumumkan pembelian ratusan pesawat terbang baru senilai puluhan miliar dollar AS.

Namun, apa yang sebenarnya lebih penting dari itu adalah penyediaan layanan yang aman dan andal serta nyaman. Di sinilah dibutuhkan manajemen modern yang cermat, antisipatif, dan terlaksana (deliverable). Apa gunanya membeli pesawat banyak jika ilmu untuk mengoperasikannya belum dikuasai?

Lion Air ternyata masih membutuhkan keterampilan mengelola krisis, terutama dalam menangani penumpang yang dirugikan akibat keterlambatan penerbangan. Apa yang terjadi selama tiga hari lalu memperlihatkan penanganan krisis Lion Air masih belum memadai.

Kita berkepentingan industri penerbangan sipil Indonesia terus maju, karena inilah sarana transportasi yang seirama dengan tuntutan masyarakat modern yang membutuhkan kecepatan dan efisiensi. Namun, harapan tersebut harus diwujudkan dengan mengerjakan pekerjaan rumahnya. Sekali lagi, mengadakan armada baru pesawat barulah bermakna jika ia juga diiringi dengan kemampuan untuk mengatur operasinya secara mulus tanpa kekalutan.

Sumber: ‎http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000012114902 


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger