Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 02 Februari 2015

TAJUK RENCANA: Jakarta yang Aman bagi Warganya (Kompas)

AKSI sadis para begal di Jakarta dan kota di sekitarnya diikuti perintah Kapolda Metro Irjen Unggung Cahyono agar polisi menindak tegas penjahat.

Aksi begal membuat warga merasa terancam. Masuk akal, aparat kepolisian sesuai tanggung jawab dan tugasnya memberikan keamanan dan rasa aman masyarakat. Polisi perlu memberikan terapi kejut. Aksi begal yang marak belakangan ini hanya salah satu kejahatan yang mengancam.

Kita temukan relevansi terancamnya rasa aman itu dengan hasil survei internasional, The Economist Intelligence Unit, yang dirilis pekan lalu. Dari 50 kota yang disurvei, Jakarta adalah kota paling tidak aman, ada di urutan terakhir. Kota teraman Tokyo (1), menyusul Singapura (2), ketiga Osaka. Di atas Jakarta, di urutan ke-49 dari bawah Teheran, Ho Chi Minh City (48), dan Johanesburg (47). Empat kriteria penilaiannya: kemanan digital, jaminan kesehatan, infrastruktur, dan keamanan personal.

Mubazir kalau kita sikapi hasil survei dengan skeptis apalagi spontan membantah, misalnya mempertanyakan tolok ukur dan kesimpulannya. Tak mungkin suatu kota terbebas sama sekali dari kriminalitas. Apalagi Jakarta, ibu kota negara dengan segalanya serba kontradiktif.

Faktor penduduk, sebagian besar urbanisasi, berpotensi jadi bonus sekaligus bencana bagi Jakarta. Ketidakseimbangan daya dukung lingkungan tidak mengerem orang berebut nasib baik di Jakarta. Tanpa diimbangi pembangunan kota di daerah, urbanisasi tetap akan menjadi persoalan serius.

Bagaimana caranya agar jumlah penduduk itu bukan bencana, melainkan bonus? Pendatang di Jakarta harus punya keterampilan. Oke, itu jelas! Akan tetapi, tak kalah penting adalah ketersediaan sarana infrastruktur, antara lain alat transportasi, lapangan kerja, fasilitas kesehatan, dan tempat tinggal memadai. Hongkong tak punya persoalan dengan jumlah penduduk karena sarana transportasi bagus.

Menurut estimasi Senior Urban Economist Bank Dunia, Taimur Samad, selama tahun 2014 Jakarta merugi sekitar Rp 37,5 triliun akibat kemacetan lalu lintas. Banjir, musibah tahunan Jakarta, faktor lainnya yang punya andil negatif pada rasa aman warga Jakarta. Tahun 2014 diperkirakan banjir menggenangi 17,1 persen area kota yang mengakibatkan 64.000 penduduknya mengungsi.

Ketersediaan sarana transportasi, infrastruktur termasuk sanitasi dan kesehatan, lapangan kerja, kemacetan, dan musibah tahunan merupakan keniscayaan Jakarta. Yang perlu dilakukan pemerintah kota adalah terus memperbaiki ketersediaan fasilitas bagi terjaminnya rasa aman untuk memperkecil potensi penduduk sebagai bencana.

Kecenderungan menurunnya angka dan bobot sadisme kriminalitas menjadi faktor positif rasa aman. Tanpa mengurangi perhatian pada berbagai bentuk kejahatan tradisional, ketika faktor keamanan digital menjadi salah satu kriteria survei, sudah saatnya aparat memberikan perhatian pada ranah ini.


Sumber: ‎http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011766188 


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger